JAKARTA, (Panjimas.com) — Ketua Komite III DPD RI Fahira Idris menghimbau agar semua elite politik untuk dapat menjaga sikap dan ucapannya, hal ini menanggapi pidato kontroversial Presiden Jokowi kepada relawannya beberapa waktu lalu, yang dinilai provokatif.
“Pemilu 2019, baik dari sisi penyelenggaraan, pengawasan, terutama pengamanan cukup berat. Ada saja sedikit gesekan bisa mengacaukan semuanya. Makanya, jika elite-elite politik di negeri ini tidak bisa jaga ucapannya, Pemilu 2019 bisa menjadi ancaman keamanan negeri ini. Tolong (elite) pikirkan tutur kata sebelum berucap,” pungkas Fahira Idris, di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta (06/08).
Fahira Idris mengatakan Pemilihan Umum (Pemilu) 2019 adalah torehan sejarah baru dalam perjalanan politik dan demokrasi Indonesia. Untuk pertama kalinya, republik ini menggelar Pemilu DPR, DPD, DPRD (Pemilu Legislatif) bersamaan atau serentak dengan Pemilu Presiden (Pilpres). Walau keserentakan ini sangat efektif dan efisien, tetapi sangat rentan memicu gesekan antar pendukung. Untuk itu, para elite politik diimbau harus bisa menjaga sikap dan ucapannya.
Anggota DPD RI DKI Jakarta ini sangat menyayangkan narasi “berani berantem’ yang dikeluarkan Bakal Calon Presiden yang juga Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) saat memberikan pengarahan kepada relawan pemenangannya untuk Pemilu 2019 di Sentul International Convention Center, pada Sabtu (4/8/2018).
“Saya harap narasi-narasi yang mengandung atau bisa diartikan memilik makna kekerasan seperti ‘berantem, libas, dan kata-kata sepadan lainnya tidak lagi diucapkan para elite politik negeri ini, siapapun itu. Tugas elite itu mendewasakan, menyejukkan pendukungnya, bukan malah sebaliknya,” tutur Fahira Idris.
Fahira mengungkapkan, fokus penyelenggaran Pemilu 2019 yang terpecah dua, antara pileg dan pilpres mempunyai konsekuensi terhadap beban penyelenggaraan dan pengawasan termasuk pengamanan yang tentu lebih berat. Semua beban ini bisa lebih ringan jika para elite mampu membesarkan hati para pendukungnya dengan menanamkan pesan dan pengertian bahwa persatuan dan keakraban kita sebagai warga negara jauh lebih penting dari pada sekedar politik dan hajatan pemilu.
“Bayangkan kalau para elite yang saling berseberangan masing-masing mengeluarkan narasi-narasi yang tidak menyejukkan seperti ini? Bisa dijadikan justifikasi para relawan untuk melakukan tindakan-tindakan yang tidak terpuji, dan negeri ini bisa kacau. Tolong, ucapkanlah narasi-narasi yang membangun kesadaran, agar pemilu menjadi sebuah kegembiraan,” ujar Fahira.
Sebagai informasi, pidato Jokowi di hadapan para relawannya, di Sentul International Convention Center, pada Sabtu (4/8/2018) mendapat banyak kritikan. Saat itu, Jokowi melarang relawannya untuk melakukan fitnah dan ujaran kebencian. Namun, ia menegaskan bahwa relawannya juga harus berani ketika diajak untuk berantem
“Jangan bangun permusuhan, jangan membangun ujaran kebencian, jangan membangun fitnah fitnah, tidak usah suka mencela, tidak usah suka menjelekkan orang. Tapi, kalau diajak berantem juga berani,” ujar Jokowi.
Pernyataan Jokowi itu langsung membuat para relawan yang memadati ruangan acara bersorak dan berteriak heboh. Jokowi membiarkan kehebohan berlangsung sekitar 15 detik sebelum ia kembali melanjutkan arahannya.
“Tapi jangan ngajak (berantem) loh. Saya bilang tadi, tolong digarisbawahi. Jangan ngajak. Kalau diajak (berantem), tidak boleh takut,” kata Jokowi yang disambut secara antusias oleh para relawannya.[IZ]