SOLO, (Panjimas.com) — Majelis Cendekia Keraton Nusantara (MCKN) sangat prihatin dengan permasalahan dekadensi moral dan akhlaq bangsa. KH Ahmad Qomaruzzaman mengatakan pentingnya gerakan pendekatan kebudayaan dalam rangka perbaikan akhlaq dan moral bangsa untuk mengatasi kemerosotan moral ini.
“Kami dari MCKN (Majelis Cendekia Keraton Nusantara), tentu prihatin dengan perkembangan budaya kemudian tata krama pergaulan yang sudah terimbas dengan pergaulan bebas”, pungkasnya kepada panjimas.com di Gedung Purwohamijayan, Kompleks Keraton Kasunanan Surakarta, Jumat (22/06) malam.
Pihaknya menghimbau agar tetap mengedepankan akhlaqul karimah dalam mengatasi persoalan keumatan. “Bagaimana ini supaya bisa tetap mengedepankan, kalau bahasa Islamnya Akhlaqul Karimah”.
“Di zaman now karena keprihatinan dari para pendahulu kita, tentang dekadensi moral dari kalangan generasi muda yang tata kramanya dan sopan santun, cara bicara, cara menghargainya, cara berpendapat, itu sudah diluar kehendak tata kromonya keraton jaman dahulu, yang notabene keraton Islam”, tuturnya.
Hal ini senantiasa diupayakan pihak ulama dan cendekiawan serta pemimpin keraton melalui pendekatan kebudayaan untuk memperbaiki moral dan akhlaq umat. “pendekatan budaya inilah yang dilakukan oleh masyarakat, khususnya dari para pemimpin-pemimpin keraton untuk memperbaiki akhlaq dan moral bangsanya”
Ia menjelaskan bahwa peran keraton-keraton nusantara sangat vital dalam konteks internalisasi kebudayaan, peradaban, dan pemberdayaan masyarakat.
“Ini sesungguhnya masih eksis dan masih diakui, sebagai bagian dari pemberdayaan bahwa sesungguhnya negara ini tidak asal jadi, dulunya ada kerajaan, dan ada budaya,” imbuhnya.
Raja dan Sultan Nusantara masih dipakai sebagai Pawugeran di wilayahnya masing-masing. “Dari Aceh sampai Papua sana, para raja dan sultan masih eksis, masih dipakai sebagai Pawugeran diantara lingkungannya masing-masing.”
Ia pun menambahkan permasalahan politik uang, persekusi, saling intimidasi antar anak bangsa yang sangat disesalkan itu kini kian marak.
“Kaitannya dengan suksesi kepemimpinan yang mana ada money politic, adanya pemaksaan dan adanya intimidasi, ada macem-macemlah disitu, dan ini kami prihatin” ujar cendekiawan dan ulama Keraton Kasunanan Surakarta ini.[IZ]