(Panjimas.com) – Sebagian dari sebuah keluarga masih berpikir bahwa tayangan televisi (TV) yang dinilai aman adalah siaran berita. Bahkan seringkali seorang anak balita harus rela “mengalah” untuk tidak menonton tayangan anak-anak yang dinilai menyesatkan dan tidak mendidik oleh orang tua mereka lalu kemudian dicekoki berita yang dianggap “lebih bermanfaat”.
Padahal, bila kita berani berpikir kritis, dan sedikit membuka mata lebih lebar lagi, siaran berita yang ditayangkan media-media mainstream justru penebar teror sejati. Merekalah sejatinya tayangan yang paling menyesatkan dan paling tidak mendidik. Kesalahan besar jika kita mencekoki anak-anak dengan tayangan-tayangan seperti itu.
Bagaimana tidak? Saat pagi hari, ketika kondisi kepala fresh yang baru terjaga dari kelelahan aktivitas, siaran berita mengisi kepala yang segar dengan informasi-informasi horror.
Seluruh informasi negatif yang masuk ke dalam kepala kita akan menjadi pencelup yang paling efektif dalam mengarahkan kondisi emosional kita. Mengapa? Karena saat seseorang bangun di pagi hari, ia ibarat kertas putih yang siap dilukis apapun untuk menentukan kondisi harinya.
Bila di pagi hari sudah diisi dengan berita-berita negatif, maka bagaimana ia bisa menjalani hari dengan baik dan tenang? Sungguh, sebenar-benarnya teroris adalah media-media mainstream. Mereka mengarahkan dan membentuk pola pikir kita tanpa kita sadari.
Mereka menghancurkan kita sedangkan kita dengan bangga menerima suntikan-suntikan virus dan bakteri menghancurkan tersebut. Bahkan, tidak jarang kita menanti-nantikannya. Apa yang ada di media-media mainstream hari ini? Bukankan siaran berita yang seharusnya menjadi alat informasi kini menjadi penyesat dan perusak akal?
Tidakkah kita sadar bahwa sejak dini otak dan emosi kita dihancurkan melalui informasi kriminal, pembunuhan, pemerkosaan, begal, bakso daging babi, es mengandung bahan kimia berbahaya, ISIS dan sederet informasi negatif lainnya yang pada akhirnya menteror ketenangan batin kita.
Bila berita itu fakta, sejauh mana efektivitas penyampaian tersebut dan apa efek positif bagi masyarakat? Lalu, bagaimana bila berita itu rekayasa? Permainan para elit untuk menutupi borok-borok mereka? Maka, bagaimana kita bisa berpikir positif? Bila sejak pagi hari kita sudah dicekoki informasi negatif yang menyesatkan.
Belum lagi tayangan-tayangan lain yang hampir tak memiliki nilai positif sama sekali. Sinetron alay tak bermoral, tayangan keagamaan yang berisi dagelan, hiburan dan hedonisme yang menjauhkan anak-anak dan remaja kita dari fithrah mereka sebagai manusia, dan utamanya sebagai muslim dan muslimah.
Karenanya, sekali lagi saya katakan teroris sesungguhnya adalah media-media mainstream. [Laili Al Fadhli]