SOLO, (Panjimas.com) – Mayjend (Purn) Kivlan zen merasa bersemangat saat bersama ratusan ribu umat Islam Soloraya dalam acara Apel Siaga Waspada Komunis yang diadakan Dewan Syariah Kota Surakarta (DSKS) di Bundaran Gladak, Jl Slamet Riyadi, Solo, Ahad (5/6/2016).
Kivlan Zen dalam orasinya mengatakan bahwa di Solo adalah basisnya PKI, banyak ulama Solo yang dibunuh. Menurutnya Solo pula tempat Muso rapat dan mulai melakukan kudeta di Madiun. Dirinya juga mengungkap data kekejaman Komunis baik di Rusia, Cina, Kamboja dan tak luput di Indonesia.
“Di Delanggu Klaten, di Silungkang Sumbar, di Tanggerang, di Langkas Bitung dan derah lainnya para ulama dibunuhi tahun 1926. 48 juga begitu, aparat Polisi, Tentara, Gubernur mereka bunuh , bupati mereka bunuh mereka sembelih” ucapnya.
Kivlan Zen mengungkapkan bahwa kader PKI saat ini mengikuti perintah untuk menyimpan senjata pasca tahun 1965 PKI diberantas. Namun jika nanti telah bangkit, persenjataan yang disimpan akan digunakan ditambah masuknya dari Cina 100 ribu pucuk senjata. Hal inipun telah diketahui TNI.
“Dan baru-baru ini, di Tempo.com bahwa komunis muda siap kerjasama dengan Cina. Sekarang Cina datang kerja di Garmen, kerja di Kereta Api, kerja di pabrik semen, tentara Cina Kerja di pelabuhan dan sekarang ini ketahuan di Halim tentara dimasukkan dengan 2 kontainer penuh senjata. Apakah ini bukan bukti!”ujarnya.
Kivlan Zen sudah berkeliling kota untuk membentuk kesiapan perang jika sewaktu-waktu PKI bangkit dan menyerang. Dirinya mengancam Presiden Jokowi untuk melaksanakan Undang-undang dan Tap MPR tentang larangan PKI.
“Kalau Jokowi tiyang Solo niki, sadulur tiyang Solo nek matuhi undang-undang, kita hormati. Tapi kalau Jokowi tidak mematuhi dan malah meminta maaf pada PKI? “katanya pada peserta yang dijawab serempak “Ganyang”.
Kivlan Zen menyimpulkan jika pemerintah minta maaf pada PKI justru membenarkan tindak kejahatan PKI, sementara pahlawan revolusi dan pemerintah lalu telah melakukan kesalahan atas gerakan PKI. Dirinya berujar jawaban tokoh masyarakat Din Samsudin pasca menemui Presiden ada jawaban Presiden tidak akan minta maaf.
“Tetapi Tanggal 15 Agustus 2015, dalam pidato kenegaraan pengantar RAPBN, Presiden Jokowi tiyang Solo berkata didalam pidatonya, akan menyelesaikan pelanggaran berat HAM di Indonesia masa lalu. Pertama Tri Sakti, yang kedua Semanggi I dan Semanggi II, yang ketiga masalah Wasior, yang keempat Petrus, yang kelima masalah Talang Sari, yang ketujuh adalah korban-korban PKI dan keluarganya tahun 1965” sorotnya.
Kivlan berujar bahwa dalam lampiran pidato kenegaraan tersebut ada keinginan pemerintah akan memberikan kompensasi dan restitusi pengembalian nama baik.
“Apakah itu tidak minta maaf? Minta maaf atau tidak itu? Berarti didepan muka baik tapi dibelakang? Didepan muka senyum dibelakang siap menerkam” pungkasnya. [SY]