JAKARTA (Panjimas.com) – Ketua Badan Pelaksana Badan Wakaf Indonesia (BWI) Dr. H. Slamet Riyanto, berharap wakaf di Indonesia dan wakaf-wakaf produktif yang sudah berkembang, diekspos oleh media massa. Sehingga wakaf menjadi inspirasi bagi masyarakat dan para nazhir. Karena informasi wakaf bukan hanya tentang sengketa.
“Kita bersyukur telah mempunyai undang-undang wakaf, yaitu Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004. Melalui undang-undang inilah konsep wakaf produktif mendapatkan angin segar untuk dipraktikkan dan dikembangkan demi kemaslahatan umat dan kesejahteraan umum,” kata Slamet saat bicara dalam kegiatan Media Gathering dan LaunchingPedoman Akuntansi Wakaf, belum lama ini (8/8) di The Sultan Hotel, Jakarta.
Seperti diketahui, hasil dari pengelolaan harta wakaf itu disalurkan dan digunakan untuk kemaslahatan umat, baik dalam bentuk bantuan langsung maupun program-program pemberdayaan di bidang keagamaan, sosial, pendidikan, ekonomi, dan bidang-bidang lainnya sepanjang tidak bertentangan dengan syariah.
Berdasarkan UU Wakaf ini pula BWI dibentuk Presiden pada tahun 2007 guna memajukan perwakafan nasional, bergandengan tangan dengan Kementerian Agama dan pemangku kepentingan yang lain.
“Sampai dengan pertengahan tahun 2017 ini, setidaknya ada dua jenis harta yang diwakafkan masyarakat, yaitu tanah dan uang. Sebetulnya ada juga wakaf benda bergerak selain uang, seperti saham dan kendaraan, tetapi karena regulasinya belum memadai sehingga belum bisa didokumentasikan.”
Beberapa nazhir sudah melaporkan kepada BWI bahwa mereka telah menerima wakaf berupa saham dan kendaraan, tetapi karena belum ada regulasinya, wakaf saham dan kendaraan itu secara legal formal tidak tercatat sebagai wakaf. “Mungkin bapak Dirjen Bimas Islam yang baru bisa membantu menindaklanjuti hal ini agar wakaf saham bisa segera dibuat regulasinya,”kata Slamet.
Mengenai Wakaf Tanah, praktik perwakafan tanah sudah berlangsung sejak ratusan tahun silam seiring dengan masuknya Islam ke Indonesia. Data yang berhasil dikumpulkan secara manual dari semua KUA di Indonesia oleh Kementerian Agama menunjukkan, kita mempunyai aset wakaf tanah sebanyak 435.768 persil, dengan luas keseluruhan 435.944,32 hektar.
Dari aset sebanyak itu, sekitar 74 persen digunakan untuk masjid dan mushalla, 13 persen untuk pesantren dan sekolah, 5 persen untuk pemakaman, dan 8 persen untuk bidang sosial lainnya.
Terkait dengan pendataan wakaf ini, Kementerian Agama sudah memelopori adanya sistem informasi wakaf yang bisa diakses secara online. Kemudian pada awal tahun ini BWI, Kementerian Agama, dan Bank Indonesia sudah menandatangani perjanjian kerja sama untuk mengembangkan sistem informasi wakaf yang terintegrasi dengan sistem keuangan nasional sehingga nantinya bisa diketahui berapa besar andil sektor perwakafan dalam pertumbuhan ekonomi nasional. (desastian)