BEKASI, (Panjimas.com) – Humanisme adalah satu paham yang meletakkan hawa nafsu manusia menjadi sesuatu yang sangat berharga bagi apapun.
Peneliti INSIST Dr. Tiar Anwar Bachtiar mengatakan Hak Asasi Manusia (Human Rights) adalah satu ungkapan untuk membungkus hawa nafsu manusia.
“Dalam rumus pengaturan hidup masyarakat barat, kalau ditanya mengatur hidup itu berdasarkan apa? Mereka tidak mengatakan posisi manusia sebagai apa, tidak. Tetapi, mengatur hidup itu berdasarkan keinginan manusia,” ujar Dr. Tiar Anwar Bachtiar, di Masjid Al Azhar Jakapermai, Bekasi, Ahad (8/10/2017).
Menurut masyarakat barat, apa yang diinginkan oleh manusia, maka itulah yang akan menjadi peraturan. “Itu yang disebut sebagai Hak Asasi Manusia,” katanya.
Dalam acara Malam Bina Iman dan Taqwa yang diselenggarakan oleh Masjid Al Azhar Jakapermai bekerjasama dengan Indonesia Tanpa Jaringan Islam Liberal, Doktor Sejarah Universitas Indonesia Dr. Tiar Anwar Bachtiar menjelaskan bahwa dalam filosofi hukum masyarakat barat, filosofi hukum sekuler ini semata-mata hanya mengatur keinginan.
“Padahal, setiap nafsu apabila diikuti tanpa ada kendali maka akan selalu mendorong manusia melakukan tindakan-tindakan yang buruk,” lanjutnya.
Menurutnya, Islam mengetahui kalau keinginan-keinginan itu ada, tapi yang harus mengatur keinginan manusia itu bukan keinginan itu sendiri, tetapi yang harus mengaturnya adalah pemahaman terhadap filosofi manusia itu apa? hubungan antara manusia itu apa? efeknya apa? dan sebagainya. Itu nanti yang dinamakan keadilan. “Jadi yang menjadi dasar hukum itu adalah keadilan,” terangnya.
Sementara di dalam masyarakat barat bukan keadilan, tapi soal keinginan. “Kalau laki-laki sama perempuan suka sama suka, dia punya keinginan yang sama dan tidak saling mengganggu, tidak ada satu pun perasaan yang disakiti, tidak ada satu pihak pun yang merasa dirugikan, maka silahkan saja. Sehingga tidak ada satu pun definisi perzinahan di dalam rumus masyarakat barat yang berimplikasi pada tindakan hukum tertentu,” tambahnya.
Penasehat Jejak Islam untuk Bangsa (JIB) tersebut memberikan contoh di Indonesia. Dalam KUHP ada undang-undang yang berkaitan dengan perzinahan, tapi perzinahan itu dirumuskannya lain. Dalam Islam atau di dalam agama mana pun yang namanya perzinahan itu adalah hubungan seksual sebelum adanya ikatan pernikahan.
“Tapi, di dalam KUHP yang namanya perzinahan itu didefinisikan sebagai hubungan laki-laki dan perempuan yang salah satu pihaknya dia sudah punya suami atau sudah punya istri, lalu salah satu di antara mereka berhubungan seksual, maka apabila suami atau istrinya merasa dirugikan dan melaporkan ke polisi, maka itu boleh dijerat dengan pasal perzinahan. Jadi di luar itu tidak zinah,” jelasnya.
Ia melihat hukum masyarakat barat ini bukan meletakkan atau mengatur manusia sesuai dengan prinsip keadilan, tetapi dia diatur dengan prinsip keinginan.
“Jadi kalau keinginan seseorang tidak mengganggu orang lain ya silahkan saja. Orang mau mabuk sampe mati asalkan dia tidak merugikan orang lain ya gak ada hukumnya,” tuturnya
Dikatakan Dr. Tiar Anwar lebih lanjut, atau dalam kasus lain, bagaimana kalau ada hubungan sesama jenis, laki-laki dengan laki-laki dan perempuan dengan perempuan, ada enggak aturan hukumnya? Coba lihat kasus-kasus homoseksual, enggak ada yang bisa dijerat hukum.
“Jadi, inilah Human Right (Hak Asasi Manusia).” tandasnya. [DP]