JAKARTA, (Panjimas.com) – Saat konferensi pers yang diadakan di Gedung PB NU, Kramat Jakarta pada hari Rabu (24/10) kemarin Ketua PBNU, KH Said Aqil Siradj menyampaikan bahwa mayoritas ulama dengan empat madzhab itu berpendapat menulis Alquran kalimat toyyibah di bendera, tembok, pakaian serta atap rumah itu makruh bahkan ada yang mengatakan kalau itu adalah haram.
Lebih jelas lagi malah Khalifah Umar bin Abdul Aziz ketika itu melihat ada orang yang menulis Alquran di tembok, ditempeleng oleh Khalifah itu padahal orangnya terkenal sangat santun.
“Begitu pula haram membuat lukisan bertuliskan Alquran, Asmaul Husna karena nanti takut akan menjadi sampah. Akan menjadi khawatir tak bisa menghormati,” ujar Said Aqil.
Kemudian dirinya juga menyampaikan kalau Imam Nawawi berpendapat demikian. Shahin hadist muslim, kemudian ada lagi Raudhatul Tholibin, begitu pula Iman Syarwani dalam kitabnya, ada lagi Ibnu Taimiyah, ini kan imamnya orang Wahabi sendiri mengatakan tembok uang makruh.
“Tidak ada ulama yang menganggap baik menulis kalimat tauhid, Alquran di bendera. Siapapun. Bukan hanya HTI. Semuanya. tidak ada ulama yang anggap baik menulis kalimat tauhid di bendera karena takut kita tidak mampu menghormatinya,” ujarnya.
Dalam kesempatan konferensi pers itu juga hadir Sekjen PBNU, Helmi Faishal Zaini yang setali tiga uang dengan Ketua PBNU dalam soal penulisan kalimat tauhid yang ditulis di bendera dan lainnya.
“Yah, contoh sederhananya kesebelasan Saudi Arabia lawan Prancis. Bendera Saudi Arabia bertuliskan Laailahaillalah muhammadurrasulullah melawan benderanya Prancis kalah 6:0 misalnya, lalu Prancis dianggap sebagai tidak menghormati kalimat tauhid karena memenangkan pertarungan tersebut,” ujar Helmi memberi kiasan.
Contoh kedua yang disampaikannya adalah soal mata uang riyal itu ada kalimat Tauhid Nya. Uang kertas juga ada. Kalau kita taruh di dompet lalu kita masuk kamar mandi berarti kita sudah menghinakan. Lafal lafal ini harus dijaga dengan baik.
“Yang disampaikan Kiai Said Aqil tadi itu ngaji, pencerahan bagi kita semua terlepas dari orang menggunakan atau pun memakai atau tidak, ini menambah khasanah kita saja,” ujar Helmi.
Di Yaman misalnya terjadi konflik politik dengan Saudi Arabia dan kemudian mereka melakukan pembakaran bendera Saudi Arabia. Dirinya juga menyampaikan kalau tidak ada yang mengatakan mereka masyarakat Yaman melakukan pembakaran kalimat tauhid atau menistakan kalimat tauhid.
“Karena itu kami menolak segala bentuk mengatasnamakan agama ini untuk kepentingan politik yang akhirnya justru menistakan makna agama itu sendiri,” pungkasnya. [ES]