Depok (Panjimas.com) – Buku berjudul “Batavia Kala Malam” diluncurkan oleh Penerbit Masup Jakarta (tahun terbit 2018) ditulis oleh Margreet Van Till. Dalam Bab 8, daftar isi buku tersebut memuat judul: Bandit Si Pitung dan Sejarah Rakyat. Kata Bandit inilah yang membuat salah seorang peserta diskusi menunjukkan kemarahannya.
Seperti diberitakan sebelumnya, peluncuran dan diskusi buku setebal 304 halaman tersebut digelar Gedung Perpustakaan Pusat Universitas Indonesia dan Komunitas Bambu, Rabu (6/2/2019) siang di Gedung, terpaksa didihentikan, karena ada peserta yang “ngamuk” , tidak terima Si Pitung disebut dengan kata-kata Bandit.
Sebagai catatan, Margreet van Till mempelajari ilmu sejarah di Rijksuniversiteit Groningen. Setelah menyelesaikan studinya, ia tinggal selama tiga tahun di Jakarta. Di sini ia memberikan pengajaran bahasa Belanda kepada mahasiswa dan dosen di Universitas Indonesia.
Ketika kembali ke Belanda, ia memulai penelitian untuk gelar Ph.D di Universiteit van Amsterdam mengenai banditisme di sekitar Batavia. Penelitian ini membuahkan satu disertasi pada 2006. Saat ini ia bekerja di sebuah institut sejarah Belanda dan selain itu ia juga menulis untuk penerbitan di bidang edukasi.
Siapa yang tidak mengenal si Pitung atau Gantang, mereka adalah bandit-bandit di mata kolonial, tapi jago di mata pribumi. Buku ini membahas seluk-beluk Batavia dan Ommelanden tempo doeloe yang begitu suram ketika malam tiba.
Batavia pada akhir abad ke-19 merupakan masa yang diwarnai kriminalitas, terutama perampokan, tetapi ada yang unik pada masa ini. Perampok yang disebut bandit atau dalam beberapa kasus disebut jago ternyata begitu dikagumi masyarakat. Mereka layaknya selebritas yang kehadirannya ditunggu-tunggu.
Sebut saja jago bernama Gantang, Tjonat, dan tentu yang paling kita kenal adalah si Pitung. Para jago ini begitu terkenal di kalangan masyarakat kita dan membuat kepolisian kolonial Belanda begitu kesulitan menangkap mereka.
Perihal si Pitung, jago ini begitu melegenda, bahkan kisahnya sampai difilmkan dua kali. Ia begitu kontroversial sekaligus memesona untuk dibicarakan.
Begitu banyak versi kisahnya yang beredar, beberapa mengatakan bahwa ia tak bisa mati. Bahkan kepolisian kolonial sampai menjaga kuburannya beberapa hari, takut kalau-kalau ia bangkit lagi. Lebih-lebih kuburannya dibongkar lagi untuk memastikannya. Dalam hal ini pihak kolonial Belanda seperti dibodoh-bodohi, bahkan oleh jago yang sudah mati.
Di buku ini Margreet van Till mencoba mengulasnya guna mendapat gambaran penyebab mereka mendapat perlakuan istimewa seperti itu. Ulasannya cukup ringkas dan dibungkus dengan penyampaian yang mengalir perlahan, tetapi jelas. Hal-hal yang tidak masuk akal seperti jimat juga mendapat porsi tersendiri dan menjadi cukup penting di sini.
Buku sejarah itu terdiri dari 10 Bab. Dalam daftar isi buku tersebut membahas beberapa judul, diantaranya: Batavia dan Ommelanden, Ekonomi Organisasi Perampok, Organisasi Gerombolan, Senjata Api, Jago, Jimat dan Dukun, Kemajuan dan Degenerasi, Dari Roman Perampokan ke Detektif, Bandit Si Pitung dan Sejarah Rakyat, dan Pemberantasan Kejahatan, Reorganisasi Kepolisian: Akhir dari Perampok? (des)