Lasem, Panjimas – Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas mengungkapkan moderasi beragama merupakan salah satu solusi terbaik. Yakni dalam mengantisipasi potensi konflik di negara yang memiliki keragaman seperti Indonesia.
Keberagaman suku, ras, agama dan kepercayaan, tidak menciptakan perpecahan, tetapi menjadi mozaik yang saling melengkapi. Hal itu disampaikan Menteri Agama saat menjadi keynote International Conference On Religiuous Moderation (ICROM) di Jakarta baru-baru ini.
Kementerian Agama mencanangkan Tahun 2022 sebagai Tahun Toleransi. Adanya pencanangan ini dapat dipandang sebagai tanda kerinduan untuk membangun hidup bersama yang toleran. Sekaligus, menjadi momen refleksi dan konsolidasi menguatkan kembali pentingnya toleransi dan peran semua pihak untuk menjaganya.
Penerapan moderasi beragama dan toleransi sudah berlangsung sejak dulu, salah satunya berlangsung di Lasem, Kabupaten Rembang, Jawa Tengah. Berbagai penelitian telah dilakukan di Lasem, untuk mengetahui bagaimana kerukunan masyarakat di wilayah itu. Di Lasem terdapat berbagai etnis masyarakat dan agama, yang sudah lama hidup bersama dan telah menjadi kerukunan mereka.
Dalam diskusi yang berlangsung antara Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) Universitas Islam Negeri (UIN) Raden Mas Said Surakarta dengan Kantor Kementerian Agama Rembang, terungkap bagaimana sebenarnya moderasi beragama yang sudah berlangsung pada masyarakat pesisir Lasem.
Kepala Kankemenag Kabupaten Rembang, HM Fatah SAg MEd menjelaskan, adanya kerukunan dan harmonisasi kehidupan umat beragama yang berlangsung di Kecamatan Lasem, Rembang, telah ada sejak lama, sebelum negara ini terbentuk.
Ketika berlangsung perlawanan terhadap kekuasaan Belanda, berbagai etnis, yakni Jawa, Arab, dan Tionghoa telah bersatu. Perlawanan yang didukung para tokoh dari masing-masing etnis tersebut, dikenal sebagai peristiwa Perang Kuning.
Gubernur Jateng Ganjar Pranowo juga telah mencanangkan Desa Soditan, salah satu desa di Kecamatan Lasem, sebagai Desa Sadar Kerukunan. Di Desa Soditan ada beberapa tempat ibadah yakni masjid dan mushala, gereja, klenteng, serta vihara. Di desa itu juga ada forum rembug antarwarga Soditan, yang melibatkan warga etnis Jawa, Arab, dan Tionghoa. Mereka berpadu dan berbaur, dalam rangka kebersamaan di bawah bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Ada budaya yang tetap dilestarikan di Desa Soditan yang diwariskan oleh ulama besar dari Lasem, KH Ma’shoem, yang juga pengasuh Ponpes Al-Hidayat Soditan. Budaya tersebut adalah Budaya Srawung Paseduluran, yang menjadi forum rembug antarwarga Soditan yang terdiri atas etnis Jawa, Arab dan Tionghoa.
Riset Afina Izzati dari Institut Agama Islam Negeri Kudus menyebutkan, Lasem merupakan kecamatan yang memiliki 20 desa. Setidaknya adalah 19 pondok pesantren yang tersebar di desa-desa wilayah Kecamatan Lasem. Pondok pesantren di Lasem tersebut, di antaranya Al Wahdah (Desa Sumbergirang), Al Hidayat (Desa Soditan). Al Hidayat Putri (Desa Soditan), At Taslim (Soditan), Al Islah (Soditan), Al Masudiy (Soditan), Al Hamidiyah (Soditan), dan An Nur (Soditan). Lalu Pondok Pesantren Al Fakhriyyah (Sumbergirang), Ash Sholatiyah (Sumbergirang), Nailun Najah (Sumbergirang).
Lasem juga dikenal sebagai Tiongkok kecil sebagai tempat pendaratan pertama orang Tionghoa di Tanah Jawa. Di daerah tersebut terdapat perkampungan Tionghoa di mana hingga kini keturunannya masih berniaga di wilayah tersebut. Mereka hidup berdampingan dengan masyarakat muslim dan pesantren-pesantren yang ada di sekelilingnya.
Toleransi dan saling menghormati sudah berlangsung antarwarga berbagai etnis di wilayah itu.
Aplikasi toleransi di Lasem, telah terwujud dalam interaksi sosial yang dibalut kerukunan dan perdamaian, meskipun berlatar belakang beda agama.
Seperti ketika berlangsung pengobatan gratis di Ponpes Al Aziz Lasem, yang diadakan warga nonmuslim. Tim dokter yang melaksanakan pengobatan gratis berasal dari Gereja Kristen Indonesia (GKI) Lasem dan Surabaya.
Setiap orang, pada prinsipnya memiliki sikap toleransi beragama terhadap sesama, meskipun berbeda-beda agama, keyakinan, etnis, dan lainnya. Toleransi agama merupakan sikap positif di setiap manusia ciptaan Allah SWT dalam rangka menciptakan kehidupan yang harmonis.
Tanpa adanya sikap saling toleransi, maka tidak akan tercipta sikap saling menghormati, menyayangi, dan saling mengasihi.