Jakarta, Panjimas – Terkait beredarnya video yang viral di media sosial tentang seorang senator Bali, Arya Wedakarna sedang sidak di salah satu sekolah di Bali. Dia menyoroti ketidakdisiplinan sekolah dan siswa dalam menerapkan pemakaian busana adat Bali.
Hal itu kemudian memicu tanggapan dan komentar dari Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) bidang Dakwah dan Ukhuwah, KH Cholil Nafis yang berkomentar tentang penggunaan busana adat Bali di sekolah. Dia menyayangkan adanya pemaksaan penggunaan busana adat di sekolah Bali yang tak menghormati agama siswa.
Sebuah video yang viral di media sosial memperlihatkan senator Bali, Arya Wedakarna sedang sidak di salah satu sekolah di Bali. Dia menyoroti ketidakdisiplinan sekolah dan siswa dalam menerapkan pemakaian busana adat Bali.
Dalam video, memang terlihat sejumlah siswa yang tidak memakai seragam busana adat Bali.
“Wong cuma pakaian, jangan berpikir terlalu fanatik, hargai,” kata AWK dalam sebuah video yang diunggah Twitter Imam Shamsi Ali.
Dalam video itu, Arya Wedakarna menceramahi siswa akan pentingnya menggunakan busana adat Bali. Menurutnya, penggunaan pakaian adat berdasar Peraturan Gubernur Nomor 79 tahun 2018 tentang Hari Penggunaan Busana Adat Bali harus dipatuhi.
“Hari Kamis pakai baju adat, itu peraturan gubernur, harus ditegakkan. Bahwa agamanya apapun, sukunya apapun harus hormat pada semesta Bali. Sekolah akan saya tegur itu, tumben saya lihat,” imbuhnya.
Menanggapi hal ini, KH Cholil Nafis menyatakan bahwa penggunaan busana adat di sekolah juga harus memperhatikan keyakinan siswa. Pakaian adat tetap bisa dipakai tanpa harus menyalahi aturan berbusana siswa berdasar agamanya, memakai jilbab misalnya.
“Jadi pakaian adat tetap bisa dilaksanakan tapi menghormati dengan ajaran agama lain. Nanti kan bisa disesuaikan, kaya dulu kebaya, sekarang orang pakai kebaya dan menutup aurat, begitu juga pakaian Bali, saya pikir bisa lah,” kata KH Cholil Nafis dalam pesan suara pada Senin (13/3/2023).
Di Twitter, KH Cholil Nafis menyatakan, “Apakah orang harus berpakaian adat dan meninggalkan kewajiban agama demi menghormati adat?”.
Menurut Rais Syuriyah PB Nadhlatul Ulama itu, model baju adat siswa dapat disesuaikan dengan ajaran agama yang bersangkutan. Misalnya, bila beragama Islam, maka siswi semestinya boleh memadupadankan pakaian adat Bali dengan jilbab.
“Hormati juga hak beragama orang yg dijamin konstitusi. Perda yang bertentangan dengan konstitusi harus dibatalkan,” pungkasnya.