Jakarta, Panjimas — Ditjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah mulai melakukan kajian awal terkait konsep istitha’ah dan pembiayaan haji yang proporsional. Kajian ini dilakukan sebagai Langkah awal menuju pelaksanaan forum Mudzakarah Perhajian.
Kegiatan bertajuk Kick Off Mudzakarah Perhajian ini mengangkat tema, “Bipih dan Kesinambungan Penyelenggaraan Ibadah Haji”. Berlangsung sehari, Jumat (30/9/2022, di Jakarta, giat ini diikuti perwakilan Ormas Islam dari NU, Muhammadiyah, Persis, Al Wasliyah, dan Al Irsyad.
Hadir juga, Dirjen PHU Hilman Latief, Staf Khusus Menteri Agama Ishfah Abidal Aziz, Direktur Bina Haji Arsad Hidayat, Direktur Pelayanan Haji Luar Negeri Subhan Cholid, serta perwakilan BPKH (Badan Pengelola Keuangan Haji) Acep Riana Jayaprawira, dan BRIN (Badan Riset dan Inovasi Nasional).
“Ada beberapa tantangan kita saat ini. Pertama, interstate regulations atau regulasi antar negara, yang mau tidak mau harus dikompromikan. Kedua, mengenai kuota jemaah dan juga pembiayaannya,” terang Hilman.
“Perlu ada pembicaraan serius terkait pembiayaan haji yang inklusif, tidak memberatkan jemaah, tetapi tetap proporsional. Kita juga ingin mendorong BPKH untuk lebih dapat meningkatkan nilai manfaatnya,” lanjutnya.
Hilman berharap, kajian awal pada Kick Off Mudzakarah Perhajian ini dapat menghasilkan konsep mengenai pembiayaan haji yang berkeadilan dalam rangka memberikan pelayanan yang terbaik kepada jemaah. Mengacu pada penyelenggaraan ibadah haji 2022, ada kenaikan signifikan pada biaya layanan Masyair. Kenaikan biaya tersebut berimplikasi pada membengkaknya subsidi Biaya Perjalanan Ibadah Haji (Bipih) sampai 65% dari biaya riil ibadah haji.
“Saya harap kehadiran para alim ulama di sini, bisa memberikan pencerahan terkait konsep istitha’ah dan pembiayaan haji yang lebih proporsional. Lembaga negara lain, seperti KPK, juga meminta Kemenag untuk merumuskan konsep pembiayaan haji yang berkeadilan,” terang Hilman.
Hal senada disampaikan anggota Badan Pengelola BPKH, Acep Riana Jayaprawira. Dia menggarisbawahi perlunya merumuskan kembali konsep istitha’ah haji yang lebih relevan dengan kondisi saat ini, baik dari aspek kesehatan maupun finansial. Jika pembiayaan haji masih menggunakan pola (subsidi lebih besar dari Bipih), maka itu akan mengganggu keberlanjutan keuangan haji.
Sebab, jika pola ini dipertahankan, maka akan menggerus nilai manfaat hingga habis di beberapa tahun mendatang. Ini tentunya akan merugikan jemaah haji.
Direktur Bina Haji Arsad Hidayat melaporkan bahwa kick off ini merupakan langkah awal sebelum dilaksanakan Mudzakarah Perhajian Tingkat Nasional. “Kegiatan ini kami buat sebagai langkah awal untuk masuk ke forum mudzakarah perhajian yang ruang lingkupnya lebih besar. Dalam forum ini kita ingin mendengarkan penjelasan BPKH tentang biaya haji dan kesinambungan penyelenggaraan ibadah haji ke depan,” ungkap Arsad.
Menurut Arsad, forum ini juga membahas isu terkait kenaikan beberapa paket layanan haji di Arab Saudi. Kemenag perlu mendapat respon dari pimpinan ormas Islam terkait kenaikan itu. Sehingga, ada titik temu yang bisa dibahas secara mendalam pada Mudzakarah Perhajian Nasional.
Kick Off Mudzakarah Nasional ini menghasilkan sejumlah ide dan masukan sebagai berikut:
1. Perlu adanya pendidikan dan penyampaian informasi ke masyarakat terkait berapa riil biaya haji yang harus dibayar oleh jemaah haji. Sebab, masih banyak masyarakat atau jemaah haji yang tidak mengetahui riil biaya haji.
2. Istitha’ah haji perlu diperketat termasuk pada istitha’ah finansial agar dana haji tidak menjadi seperti uang arisan berantai yang hanya akan menguntungkan orang yang lebih dahulu menerima.
3. Perlu menyampaikan ke masyarakat terkait perbandingan antara biaya umrah dan biaya haji.
4. Biaya haji yang dikeluarkan dari Bipih saat ini tidak realistis karena lebih besar biaya subsidi.
5. Usulan kenaikan biaya setoran awal (30 juta atau 40 juta) dan menaikkan Bipih secara bertahap diharapkan dapat menjaga keberlangsungan keuangan haji yang dikelola oleh BPKH.
6. Perlu mendalami empat aspek istitha’ah haji, yaitu: ekonomi, fiqih, sosial, dan politik.
7. Perlu melakukan koordinasi terkait istitha’ah dari aspek kesehatan, finansial, dan fiqih dengan pihak yang berkompeten.
8. Jemaah haji perlu melakukan subsidi biaya haji untuk diri sendiri.
9. Perlu membuat skema subsidi biaya haji jangka pendek, jangka menengah, dan jangka panjang.
10. Istitha’ah dapat dilaksanakan secara langsung atau bertahap.