Bekasi (Panjimas.com) Di sebuah perumahan Griya Timur daerah Bekasi, ia kini tinggal. Tinggal di sebuah rumah yang notabenenya adalah milik sendiri, bagi sebagian orang, kehidupan seperti ini dibilang sudah mapan dan nyaman.
Namun, tidak begitu halnya dengan Ibu Diana, seorang wanita yang harus selalu merasakan ketakutan dan ketidak tenangan, karena tiap hari , dia harus berhadapan dengan banyak rentenir. Bu Diana menceritakan tak kurang dari 21 rentenir , ia kini punya hutang. Dan ia harus menghadapinya seorang diri.
Kisah Bu Diana terjerat rentenir berawal ketika beliau pisah (cerai) dengan suaminya beberapa tahun silam. Sejak saat itu pula, mau tidak mau, ia harus berjuang untuk tetap bertahan hidup.
Akhirnya ia meminjam uang kepada salah seorang lintah darat yang tempat tinggalnya tidak jauh dari rumahnya. Ia berharap dengan uang pinjaman sedikit itu yaitu sekitar 6 juta, ia bisa memulai usaha kecil-kecilan.
Usaha warung berjalan, namun tiap bulan , Bu Diana harus membayar bunga pinjaman sebesar 1,2 juta. Padahal keuntungan warung tidak seberapa. Belum lagi , untuk makan dan keperluan lainnya.
Sekitar 3 tahun, ia rutin membayar bunga, dan belum lunas juga. Total yang ia sudah keluarkan 43 juta. Padahal hutang pokoknya hanya 6 juta rupiah. Pada suatu ketika ia terlambat membayar bunga pinjaman,enam bulan ia menunggak, ia selalu ditagih, didesak bahkan tak jarang kata-kata kasar dan ancaman harus ia terima.
Dalam keadaan seperti itu, wanita ini berusaha untuk tetap menguatkan diri , namun sekuat-kuatnya wanita, pasti ada titik dimana ia merasakan jatuh mental juga . Ia ke sana kemari mencari pinjaman. Akhirnya ia menemukan seseorang yang bisa memberikannya pinjaman 10 juta . Tapi syaratnya tiap bulan ia harus membayar bunga sebesar 2 juta rupiah. Tidak berpikir banyak dan panjang lagi,karena sudah tidak enak ditagih terus , akhirnya beliau menyanggupi permintaan salah seorang temannya yang sama-sama mengajar di sebuah SMA, kebetulan Bu Diana juga bekerja sebagai guru bantu disitu.
Uang 10 juta yang diterima, sebagian besar digunakan untuk membayar hutang kepada pihak peminjam pertama tadi. Sisanya ia gunakan untuk mencukupi kebutuhan.
Ketenangan batin, yang ia idamkan setelah melunasi tunggakn bunga, tidak berjalan lama, kini ia punya tanggungan untuk membayar hutang pokok beserta bunganya kepada 2 orang. Padahal penghasilannya bahkan untuk mencukupi kebutuhan tiap harinya saja susah.
Ia berpikir keras, agar ia selalu bisa membayar rutin hutangnya. Tiap bulan tak kurang dari 3,2 juta ia harus keluarkan dari dompetnya untuk membayar hutang tersebut. Akhirnya lewat seorang tetangganya ia di kenalkan kepada rentenir yang bekerja di sebuah koperasi palsu.
Gali lubang tutup lubang, begitulah pekerjaan rutin Bu Diana, untuk menenangkan batinnya. Menutup satu tempat lewat tempat yang lain. Awalnya ia terjerat 1 rentenir dan pada saat berita ini ditulis ia sudah terjerat sekitar 21 rentenir. Hutang di tiap rentenir jutaan rupiah. Bukannya tenang bahkan ia hampir gila karenanya.
“ Awalnya saya berharap bisa tenang, tapi yang terjadi malah sebaliknya mas. Saya bahkan hampir gila. Tidur, makan saja tidak nyaman karena kepikiran dengan hutang terus,”ungkap Bu Diana ketika interview dengan Panjimas.com, 16/5/2014.
Sudah tidak asing lagi bahwa para rentenir yang beroperasi dibalik wadah koperasi simpan –pinjam abal-abal ini memiliki trik-trik khusus untuk menjerat para korban. Terutama yang menjadi korban adalah ibu-ibu rumah tangga. Hampir semuanya meminjam tanpa sepengetahuan suami. Selain itu mereka memiliki suatu sistem permainan angka, dimana hutang yang awalnya kecil bisa membengkak luar biasa. Bahkan mereka sering mengancam bila setorannya macet.
Dalam keadaan kebingungan tanpa arah dan sandaran seperti ini, ia selalu bermunajat kepada Allah . Ia berdo’a agar Allah memberikan jalan keluar baginya.
Pernah juga ia ditawari, keluarganya siap melunasi semua hutangnya. Namun dengan syarat ia harus kembali ke agama awalnya, yaitu Nashrani. Namun Bu Diana menolak. Ia tidak mau kembali kepada agamanya yang dulu. Keyakinannya terhadap islam sudah final. Meski dari semenjak menjadi mualaf tahun 1996, ia belum mendapatkan tarbiyah intens dan terkontrol. Bahkan untuk sholat saja, ia belajar dari anaknya.
Ia tidak pernah lelah untuk terus berdoa, dan di saat kebimbangan seperti ini, Allah menunjukkan hidayah, Allah tuntun wanita ini datang ke kantor Gerakan Anti Rentenir (GAR).
Akhirnya, wanita yang berusia 46 tahun ini sudah taubat dari muamalah ribawi.Dan beliau tidak mau lagi untuk membayar bunga-bunga yang haram itu dari semua pinjamannya. Di dampingi GAR, ia kini sedang dalam penyelesaian pelunasan hutang pokoknya saja. Bahkan di depan rumahnya kini dipasang banner GAR, bertuliskan “Rumah ini dalam pengawasan GAR”. Dimaksudkan agar tidak lagi para rentenir itu mengganggu.
Bu Diana, sekarang bisa menjadi sedikit tenang, karena tidak ada lagi kata-kata kasar yang ia harus dengar, tidak ada lagi ancaman. Dan hutang yang wajib ia bayarkan tak sebesar dulu lagi. Yang lebih ia syukuri adalah ia merasakan indahnya persaudaraan sesama muslim. Orang yang tidak kenal sekalipun, karena aqidahnya sama, mereka bersedia membantu. Tanpa pamrih dan imbalan jasa sekalipun.Hanya mengharap pahala dan balasan dari Allah Subhanahu Wa Ta’ala.(zidan)