SOLO (Panjimas.com) – Menteri Koordinator bidang Kemaritiman, Luhut Binsar Pandjaitan resmi mencabut larangan (moratorium) atas pembangunan reklamasi di Teluk Jakarta pada Kamis (5/10/2017). Bahkan pihaknya mengeluarkan Surat Keputusan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Nomor S-78-001/02/Menko/Maritim/X/2017.
Menanggapi hal itu, Brigjen (Purn) Anton Tabah mengatakan bahwa proyek reklamasi memiliki ancaman ideologi dan lingkungan. Dia menyebut proses perijinan AMDAL (Analisi Mengenai Dampak Lingkungan) reklamasi sudah menyalahi aturan.
“Saya pikir semua program yang dibatalkan PTUN, ancaman ideologi memang perlu kajian, tapi ancaman lingkungan jelas. Ini kan tidak ada kajian AMDAL juga, baru kali ini pembangunan raksasa, tanpa ijin,” katanya, Ahad (8/10/2017).
Anton yang saat ini menjabat Wakil Ketua Komisi Hukum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat, menegaskan bahwa era saat ini sangat telanjang mempertontonkan pelanggaran hukum.
“Ini contoh pelanggaran hukum yang sangat telanjang yang harus ditertipkan. Hukum harus ditegakkan, kalau mbangun juga harus ada ijin yang dilalui,” ujar mantan ajudan presiden Soeharto itu.
Keputusan Luhut, yang mengklaim sudah melakukan kajian sebenar-benarnya untuk pelaksanaan reklamasi Teluk Jakarta, menurut Anton berlawanan dengan proses hukum yang berjalan.
“Harus pakai Hukum, bukan hanya seorang Menteri bisa mencabut seperti itu. Etika hukum harus dipatuhi, bukan hanya langsung dihapus dengan peraturan Menteri. Keputusan hukum lebih tinggi dari sekedar peraturan itu,” pungkasnya. [SY]