JAKARTA (Panjimas.com) – Lombok dikenal sebagai Pulau Seribu Masjid. Dalam catatan Taufan Hidjaz, penulis buku “Lombok, Negeri Beribu Masjid”, di Lombok ada 518 desa, dan tiap desa terdiri atas beberapa dusun yang masing-masing memiliki lebih dari satu mesjid, sehingga keseluruhan masjid di Lombok ada 8.974 masjid (hampir 9000).
Saat gempa bumi mengguncang sejumlah wilayah Lombok dan sekitarnya, sebagian besar bangunan masjid roboh dan mengalami keretakan, sehingga harus dilakukan perobohan. Dewan Masjid Indonesia (DMI) mencatat, tidak kurang dari 430 masjid di Lombok rusak, bahkan rata dengan tanah.
“Jumlah masjid bukan 1000, tetapi hampir sembilan ribu masjid. Julukan Lombok Pulau Seribu Mesjid mulai di berikan pada tahun 1976 ketika Dirjen Bimas Islam waktu itu, (alm) Dr.Effendy Zarkasyi meresmikan masjid di Cakranegara Lombok. Melihat begitu banyak masjid, beliau spontan memberi julukan Pulau Seribu Mesjid. Ia tidak tahu sesungguhnya ada berapa masjid di Lombok, kecuali sangat banyak. Di setiap dusun ada beberapa masjid,” kata Taufan menjawab pertanyaan Panjimas secara tertulis, Selasa (11/9/2018)
Lebih jauh, Taufan yang juga dosen tetap di Jurusan Desain Interior Itenas Bandung, menjelaskan, dulu sebelum menjadi Islam, orang Sasak adalah penganut animisme-dinamisme yang mengorientasikan lingkungan hunian pada mata air, bukit batu atau pohon besar. Ketika datangnya Islam dan mereka merasa cocok dan kompatibel dengan ajaran Islam, sebagaimana nama Lomboq = lurus dan Sasak (Sha’ sa) = yang satu, maka orientasi pada objek alam digantikan menjadi masjid sebagai orientasi hunian.
“Setiap lingkungan hunian dibangun selalu didahului oleh pendirian masjid. Adapun masjid akan dikunjungi paling tidak, lima kali sehari oleh setiap warga dusun, bahkan hampir setiap kegiatan komunal dan budaya dilakukan di masjid, sehingga menjadi sentral atau pusat lingkungan hunian disetiap dusun,” kata Taufan, lelaki kelahiran Mataram (Lombok), 17 Desember tahun 1956 yang lalu.
Dengan begitu, kata Taufan, setiap lingkungan hunian akan sangat mementingkan adanya masjid. Sehingga secara keseluruhan desa Lombok menjadi sangat banyak jumlahnya. “Gempa di Lombok menghancurkan masjid-masjid yang berdiri didaerah terdampak oleh gerakan tektonis lapisan bumi yang bergerak. Terbanyak di wilayah Lombok Utara, dari ujung barat sampai ujung timur.”
Dkatakan Taufan, takdir Allah bahwa lempeng bumi ini harus bergerak pada saat energi perubahannya sampai, karena semua mahluk Allah mengalami perubahan, termasuk manusia juga yang secara individu berubah sejak bayi sampai menua.
“Ketika gerak perubahan bumi berlangsung, maka sunnatullahnya semua yang ada diatas lempeng bergerak, pastilah terdampak dan collaps. Seperti halnya panas, ketika mencapai 100 derajat, sunnatullahnya mendidihkan air. Jadi bukan hanya rumah yang bisa terdampak gempa, bangunan masjid pun ketika memenuhi sunnatullah untuk collaps oleh gerakan bumi, pasti akan hancur,” jelasnya.
Masalahnya adalah karena hunian rumah dan bangunan masjid itu pada posisi diatas lempeng bumi yang kebetulan memenuhi sunnatullahnya untuk berubah atau bergerak, dan kebetulan pula posisinya di daerah Lombok Utara.
Taufan memamparkan, sekiranya pergerakan lempeng akibat perubahan bumi itu terjadi di bawah posisi Jakarta atau posisi daerah lain, maka sunnatullahnya juga harus collaps. “Jadi menurut saya, bukan karena Allah murka terhadap Lombok sehingga memberi musibah, tetapi SunntullahNya atas bumi sedang berlangsung untuk berubah dan dipelihatkan bagi semua orang yang berpikir.”
“Ini bisa dilihat menjadi musibah ketika yang terdampak tidak bisa menyadarinya, dan justru menjauhkan dirinya dengan Allah dengan tidak mau bersabar. Inilah musibah yang sesungguhnya, yakni menjauhnya dari kedekatan pada Allah,” ujarnya. (des)