(Panjimas.com) – Hidup ini pilihan. Manusia adalah makhluk yang punya hak memilih, nggak kayak robot yang geraknya sesuai kontrol remot. Umur yang Allah ta’ala berikan, boleh kita pake buat beribadah, dan boleh juga kita gunakan buat bermaksiat. Terserah, itu hak tiap manusia selama masih hidup di dunia.
“Demi jiwa serta penyempurnaan (ciptaan)nya, maka Dia mengilhamkan kepadanya (jalan) kejahatan dan ketaqwaannya.” (asy-Syams: 7-8).
Dunia diliputi berbagai macam hiasan yang memikat. Cuman, nggak sedikit dari semua itu yang diharamkan. Kelakuan memilih yang haram disebut maksiat. Kebanyakan perbuatan maksiat itu asyik, menyenangkan, kalo dirasakan sekilas aja. Kalo dirasakan lebih dalam, bakal timbul perasaan nggak nyaman. Kenapa? Karna manusia dicipta dengan fitrah cenderung kepada kebaikan. Saat melakukan kemaksiatan, hati kecil sebenernya menolak, dan penolakan itulah yang menimbulkan perasaan nggak enak. Selain itu, di balik kemaksiatan terdapat ancaman. Kelak, si pelaku bakal dapat siksa yang pedih. Tapi yang namanya ancaman, eksekusinya nggak sekarang; nanti, mungkin di dunia dan mungkin di alam setelahnya.
“Dan barangsiapa mengerjakan kejahatan seberat zarrah, niscaya dia akan melihat (balasan)nya.” (az-Zalzalah: 8).
Tapi itu juga nggak melulu. Masih ada kemungkinan lain. Bermaksiat, tapi selamat dari siksa. Kok bisa? Karna Allah Maha Pengampun dosa.
“Barangsiapa berbuat kejahatan dan menganiaya dirinya, kemudian dia memohon ampunan kepada Allah, niscaya dia akan mendapatkan Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.” (an-Nisa’: 110).
Ah, kalo gitu, apa nggak gini aja enaknya: sengaja bermaksiat dibarengi rencana kalo udah puas terus tobat. Wuih, ide cemerlang nih!
Oh, itu namanya akal bulus. Kalo urusannya sama manusia sih masih mungkin kita menang pake cara licik kayak gitu, tapi soal maksiat kan urusannya sama Allah Yang Maha Melihat setiap perbuatan kita dan Mahatahu segala isi hati setiap hambaNya. Dia sama sekali nggak bisa kita perdaya. Kalo Dia tega, bisa-bisa kita malah dibikin nggak sanggup bertobat sampe mati, karna Dia Kuasa membolak-balikkan hati. Na’uzubillahi min zalika. So, jangan mikir gitu deh, itu namanya nyari gara-gara sama Allah! Udah, jalan satu-satunya adalah berusaha sekuat tenaga menghindari maksiat.
Tapi apa cuma itu aja alasan dasar kita nggak berani bermaksiat? Oh, kalo cuma itu sih sebenernya masih agak kekanak-kanakan juga. Padahal, anak muda Muslim adalah sosok dewasa dalam usia belia! So, kita mesti punya alasan dasar yang lebih fundamental. Kita nggak mau bermaksiat nggak cuma karna takut dosa, tapi karna kita sadar kalo Allah subhanahu wa ta’ala udah memilih kita sebagai golongan makhluk mulia nan istimewa. Kita ditaqdirkan sebagai manusia yang dikasih hidayahNya. Itu adalah karunia terbesar dalam hidup kita. So, karunia super besar itu mesti kita syukuri. Caranya adalah dengan mengisi masa muda buat beribadah, bukan bermaksiat kepadaNya.
“Sekiranya Kami turunkan al-Qur’an kepada sebuah gunung, niscaya kamu akan melihatnya tunduk terpecah belah disebabkan takut kepada Allah ….” (al-Hasyr: 21).
Manusia yang beriman lebih agung ketimbang gunung. Kalo gunung aja tunduk patuh kepada Allah ta’ala, kok kita enggak? Dunia ini butuh eksistensi keshalihan orang-orang beriman, lebih-lebih generasi mudanya. Karna dunia tanpa orang-orang yang berkelakuan baik, bakal hancur berantakan jadinya.
“Dan musibah apa pun yang menimpamu adalah karena perbuatan tanganmu sendiri ….” (asy-Syura: 30).
Kehidupan di dunia ini bisa berjalan dengan harmonis berkeadilan secara global cuma kalo ada kaum beriman dan beramal shalih di dalamnya.
“Dan sekiranya penduduk negeri beriman dan bertaqwa, pasti Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi ….” (al-A’raf: 96).
Tuh, udah sadar betapa besar pentingnya eksistensi orang baik di dunia ini? So, yuk mari kuatkan jatidiri kita sebagai Muslim dengan mengisi masa muda buat beribadah dengan segala bentuknya, karna nasib dunia ada di tangan kita! Wallahu a’lam. [IB]