(Panjimas.com) – Adalah tradisi para Nabi dan Rasul, memulai aktivitas hidup pada sepertiga malam yang akhir. Setelah tidur segera di awal Isya’, mereka segera bangun untuk beribadah. Tradisi lama ini kemudian dilestarikan oleh generasi-generasi selanjutnya, para tabi’in hingga sebagian orang di zaman sekarang.
Sepertiga malam yang akhir adalah waktu enak-enaknya orang tidur. Bila saja terjaga karena ingin kencing, banyak orang malas bangun dari rebahnya. Paling-paling pergi kencing sebentar lalu kembali ke peraduan segera. Ya, setan memang selalu berbisik, “Ayo tidur lagi, sayang kalau hangat selimutmu kau tinggalkan!”
Islam sudah pasti mengajarkan sebaliknya. Karena jelas apa pun yang dikatakan setan adalah penentangan terhadap ajaran Wahyu Tuhan. Islam, bukan saja mengajarkan memulai aktivitas hidup pada akhir malam, tetapi bahkan juga menganjurkan kita mandi pada waktu itu.
Allah subhanahu wa ta’ala memberi fasilitas sangat bagus bagi siapa yang mau mandi pada akhir malam. Air pada saat itu sedang optimal kandungan O3-nya. Kandungan gas O3 alias Ozone pada air dapat merangsang kelancaran peredaran darah dan keaktifan kerja saraf. Ia juga baik bagi tulang. Tahun 1915, Dr. Abert Wolff di Jerman mulai menggunakan Ozone untuk menangani berbagai penyakit kulit atau luka dan infeksi yang dikarenakan kuman anaerob. Tahun 1950-an, beberapa dokter Jerman mulai menggunakan Ozone untuk menangani kanker.
Menurut pengalaman seorang praktisi pengobatan herbal, mandi pada akhir malam dapat menjadi terapi sakit demam. Caranya, siramkan air dingin sedikit demi sedikit mulai dari ujung kaki, perlahan naik sampai kepala. Menurut dokter kulit, mandi air dingin di akhir malam berfaedah membuat kulit lebih segar, cerah bercahaya.
Jadi jelas, biarpun dingin, air pada waktu sepertiga malam yang akhir sangat baik untuk kesehatan. Maka mari kita lawan bisikan setan! Mari kita lestarikan tradisi para Nabi dan shalihin!
“Mereka sedikit sekali tidur di waktu malam; dan di akhir-akhir malam mereka memohon ampun (kepada Allah).” (adz-Dzaariyaat: 17-18).
Wallahu a’lam. [IB]