PANJIMAS.COM – NU Online melalui situs resminya mencoba menggiring opini bahwa aksi bela Islam jilid III yang rencananya nanti terpaksa digelar di jalan raya adalah tidak sah.
Padahal panitia pelaksana sudah menyatakan bahwa shalat Jum’at terpaksa dilakukan di jalan raya menuju bundaran HI karena semua masjid di Jakarta tidak muat menampung massa yang mencapai jutaan. Bahkan masjid terbesar di Jakarta yaitu Istiqlal dengan empat lantai juga meluber ke jalanan.
Dengan kesan penggembosan, NU Online memuat tulisan pendiri JIL Dr. Abdul Moqsith Ghazali yang sekarang ini masuk jajaran struktural penting di lembaga bahtsul masail PBNU pimpinan Prof. Said Aqil Siraj. Berikut ini tanggapan komandan nasional NU Garis Lurus KH M Luthfi Rochman, yang kami kutip dari akun pribadinya atas ngawurnya pernyataan Moqsith yang membawa nama PBNU.
Moqsith Ghazali Bawa Nama PBNU Tidak Paham Fiqh Shalat Jum’at
Dalam website resmi NU Online https://www.nu.or.id/post/read/73131/ini-pandangan-fiqih-pbnu-soal-shalat-jumat-di-jalanan Tokoh liberal pendiri JIL yang menjabat sebagai Wakil Ketua
Lembaga Bahtsul Masail (LBM) PBNU salah memahami ibarat imam Nawawi dalam kitab majmu’ sehingga mengambil kesimpulan sebagai berikut:
“Madzhab Syafi’i di dalam kitab Al Majemuk karya Imam An-Nawawi menegaskan bahwa shalat Jumat ini disyaratkan dilakukan di dalam sebuah bangunan meskipun terbuat dari batu, kayu, dan bahan material lain. Karenanya tidak sah melakukan ibadah Jumat di jalanan. Karena tidak sah, maka shalat Jumatnya harus diulang dengan melakukan shalat Zhuhur.”
Dan inilah kesimpulan yang parah sekali dikutip website detik https://m.detik.com/news/berita/3351302/kajian-fikih-pbnu-salat-jumat-di-jalanan-tidak-sah
Berikut ini kami scan langsung dari kitab majmu’ Imam Nawawi tentang pembahasan ini. Intinya adalah kesimpulan Moqsith Ghazali yang membawa nama PBNU keliru, salah paham atau mungkin disengaja? Wallahu Alam.
Berikut kurang lebih keterangan dari majmu’:
“Berkata sebagian ashab kami dari mazhab syafi’ie bahwa sholat jum’at tidak disyaratkan didalam masjid tetapi boleh di lapangan terbuka dengan syarat lapangan atau tempat terbuka itu ada didalam desa atau daerah negara yang sudah ditetapkan batas -batas wilayahnya (majmu’ syarah muhadzzab 334/juz 4).
Jadi Dr Moqsith, salah memahami maksud pelaksanaan jum’at ‘di antara bangunan’ bukan di dalam ruangan bangunan. Adapun konteks masalahnya shalat jum’at di jalanan hukum asalnya adalah haram. Namun hukum haram bisa berubah boleh dalam keadaan darurat misalnya MASJID SUDAH TIDAK MUAT DAN CUKUP. Sesuai kaidah fiqh
الضرورة تبيح المحظورات
Darurat memperbolehkan sesuatu yang dilarang.
Wallahu Alam
Oleh M. Luthfi Rochman