JAKARTA (Panjimas.com) – Anggota MUI Pusat, KH Ahmad Cholil Ridwan Lc, menegaskan bahwa dalam syariat Islam telah diatur, seorang Muslim wajib memilih pemimpin yang Muslim dan haram memilih pemimpin kafir.
Aturan Islam tentang kepimpinan tersebut menurut Kyai Cholil -sapaan akrabnya- seyogyanya dilaksanakan hingga satuan komunitas terkecil sebuah negara, yakni Ketua Rukun Tetangga (RT).
“Dia jadi ketua RT, ketu RW, Lurah, kalau di lingkungan itu mayoritas Muslim, wajib ketua RT itu Muslim, sebab RT itu satuan terkecil dari sebuah negara,” kata Kyai Cholil saat dihubungi Panjimas.com, Selasa (10/11/2015).
Pengasuh Pondok Pesantren, Al-Husnayain itu pun menjelaskan, bahkan pemimpin yang dipilih oleh umat Islam bukan sekedar Muslim, tetapi juga orang beriman yang memiliki kemampuan dan amanah.
“Muslim pun bukan sekedar Muslim KTP, tetapi Muslim yang Mukmin yang ideologis. Jangan kaya PKI yang memberontak tahun 1948 yang membunuh para ulama di Jawa Timur, ketuanya itu Muslim namanya Muso, Alimin, Amir Syarifudin, semuanya Muslim. Lalu tahun 1965 mereka memberontak lagi, yang dibunuh tidak tanggung-tanggung, jenderal bintang 4, disiksa dulu lalu mereka dimasukkan ke Lubang Buaya,” jelasnya.
Oleh sebab itu, Kyai Cholil prihatin jika ada dai atau ustadz berpikiran dangkal dan asal bicara, tak pelu melihat latar belakang agama menjadikan seseorang sebagai pemimpin. Sebab syariat Islam sudah mengaturnya secara rinci tentang masalah kepemimpinan. (Baca: Kyai Cholil Ridwan: Pernyataan Ustadz Maulana Menyesatkan, Bertentangan dengan Al-Qur’an!)
“Yang Muslim saja bisa jadi musuh, membunuhi umat Islam, membunuhi ulama dan mau merebut kekuasaan di Indonesia ini sehingga terjadilah peristiwa seperti tahun 1965. Lalu bagaimana kalau di kafir? Yang Muslim saja belum tentu dia baik, dia shalih, apalagi kalau dia kafir!” ucapnya.
Selain itu, Kyai Cholil juga membantah anggapan salah kaprah “lebih baik kafir tapi tidak korupsi” seperti pernah dilontarkan oleh Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok.
“Tidak betul itu kalau ada analogi, ‘mendingan kafir tapi tidak korupsi’ yang korupsi itu oknum. Belum tentu juga yang kafir tidak korupsi. Kebetulan saja kita berada di negara muslim terbesar, jadi yang kelihatan banyak korupsi orang Islam,” tandasnya. [AW]