SUKOHARJO (Panjimas.com) – Rencana Kementrian Agama (Kemenag) merumuskan sertifikasi bagi penceramah agama menuai banyak kritikan. Lukman Hakim Saifuddin, Mentri Agama mengatakan bahwa seorang penceramah harus punya qualified yang memiliki kualifikasi cukup.
Ustadz Abu Jibril salah satu Tokoh Gerakan Nasional Pengawal Fatwa Majelis Ulama Indonesia (GNPF MUI) menanggapi hal itu sebagai sebuah pembatasan gerak dakwah di Indonesia. Dia menilai rencana Sertifikasi adalah cara orang yang anti Islam mengusulkan pada lembaga negara yakni Mentri Agama.
“Sertifikasi, itu berarti membatasi gerak langkah dakwah di Indonesia, sehingga dari Kemenag akan membuat aturan-aturan. Apabila dilanggar da’i maka dia tidak boleh berdakwah lagi. Ini adalah di antara cara-cara orang yang anti Islam yang dibisikkan kepada Kemenag untuk menghalangi kebebasan dakwah umat Islam,” katanya usai kajian di Masjid Al Huda, Ngruki, Grogol, Sukoharjo, ahad (29/1/2017).
Jika nantinya da’i yang disertifikasi hanya akan menyampaikan hal-hal yang diinginkan oleh aturan pemerintah, Ustadz Abu Jibril membenarkannya. Dia mencontohkan da’i yang ada di Malaysia pun demikian, jika tak ada surat ijin (sertifikasi) terancam ditangkap.
“Sudah pasti, contoh di Malaysia ada Surat izin Tauliyah, surat izin bagi para da’i. Siapa yang tidak punya surat izin itu maka tidak boleh mengajar, maka kalau mengajar akan ditangkap,” ujar wakil Amir Majelis Mujahidin Indonesia (MMI) itu.
”Dan begitu nanti, siapa yang layak mengajar. Jadi tidak ada kebebasan lagi untuk mengajar,” tandasnya. [SY]