JAKARTA (Panjimas.com) – Juru Bicara Kementerian Luar Negeri RI Arrmanatha Nasir menyebutkan menteri-menteri Arab Saudi yang dibawa dalam kunjungan kenegaraan Raja Salman itu adalah menteri yang menandatangani 10 nota kesepahaman (memorandum of understanding/MOU) antara pemerintah Indonesia dan Arab Saudi.
Ke-10 MOU yang akan ditandatangani pemerintah kedua negara menyangkut kerja sama kebudayaan, kesehatan, peningkatan status mekanisme bilateral, kerja sama keislaman dan dakwah, pendidikan ilmu pengetahuan dan teknologi, kerja sama kelautan dan perikanan, kerja sama penanganan kejahatan lintas batas, kerja sama pelayanan udara, kerja sama usaha kecil dan menengah (UKM), dan kerja sama perdagangan.
Penandatanganan yang telah dijadwalkan dalam nota kesepahaman itu tentu saja tidak tiba-tiba ada melainkan dari proses pembicaraan sejak Presiden Jokowi berkunjung ke Arab Saudi, lalu para menteri, seperti Menteri Luar Negeri Retno LP Marsudi yang sempat tiga kali berkunjung ke Arab Saudi, hingga pertemuan antara Presiden Jokowi dengan Pangeran Arab Saudi Mohammed bin Salman di Hangzhou, China, pada 4 September 2016.
Pangeran Mohammed selain merupakan putra mahkota juga menjabat Menteri Pertahanan dan Wakil II Perdana Menteri. Pertemuan Presiden Jokowi dengan Pangeran Mohammad bin Salman yang berlangsung di sela-sela rangkaian KTT G20 di China itu mengabarkan bahwa Pemerintah Kerajaan Arab Saudi ingin melakukan investasi ekonomi besar-besaran atau mega investasi di Indonesia.
Menteri Luar Negeri Retno Marsudi seusai bersama Sekretaris Kabinet Pramono Anung mendampingi Presiden Jokowi dalam pertemuan itu mengatakan ada dua topik yang dibicarakan antara Presiden Jokowi dengan Pangeran Mohammed Bin Salman Bin Abdul Aziz Al-Saud itu, yaitu kerja sama dalam bidang ekonomi dan masalah haji.
Mengenai masalah kerja sama ekonomi, Menlu menjelaskan ada beberapa hal yang disampaikan oleh Pangeran Mohammed bin Salman. Pertama adalah bahwa Saudi Arabia ingin sekali melakukan investasi secara besar-besaran di Indonesia. Istilah yang disampaikan Pangeran Mohammed adalah “mega investment” seperti di bidang pengilangan minyak (refinery), bidang pembangunan rumah murah (low cost housing), pembangunan perumahan untuk orang-orang yang berpenghasilan rendah, dan investasi di bidang yang terkait dengan pariwisata.
Dibidang Ekonomi, Perseroan Terbatas Pertamina dan Saudi Arabian Oil Company (Aramco) sepakat bekerjasama mengembangkan program masterplan refining development di Cilacap, Jawa Tengah, dengan nilai investasi 6 miliar dolar AS atau setara sekitar Rp80 triliun.
Hal itu disampaikan Menteri Luar Negeri RI Retno LP Marsudi dalam jumpa pers sesaat setelah rampungnya acara penyambutan Raja Salman di Istana Bogor, Rabu Sore. “Presiden menyambut baik ditandatanganinya refining development masterplan program Cilacap antara Pertamina dan Aramco,” kata Retno.
Nilai investasi proyek tersebut sebesar 6 miliar dolar AS. “Termasuk mendorong basic engineering design dan pembentukan joint venture dapat segera dilakukan,” katanya.
Selain proyek tersebut, kedua pemimpin juga membahas beberapa proyek yang ditawarkan Indonesia, antara lain, proyek refining development masterplan program di Dumai, Balongan, dan Bontang.
“Pembangunan PLTU Mulut Tambang di Jambi, pembangunan infrastruktur, baik infrastruktur jalan, water resources, drinking water, sanitasi, dan perumahan,” katanya.
Untuk menindaklanjuti pertemuan antara kedua pemimpin, kata Retno, maka kedua pemimpin sepakat untuk segera menindaklanjuti segala kesepakatan-kesepakatan yang dibahas dengan mengirimkan para menterinya.
Nota kesepahaman lain yang ditandatangani dalam pertemuan Presiden Jokowi dan Raja Salman yakni tentang The Saudi Fund Contribution to The Financing of Development Project senilai 1 miliar dolar AS. (desastian)