GAZA, (Panjimas.com) – Organisasi perlawanan Palestina yang berbasis di Gaza, Hamas mengumumkan sebuah inisiatif baru pada hari Kamis (03/08), seperti dilansir Anadolu.
Inisiatif baru Hamas tersebut bertujuan untuk mengakhiri satu dekade perselisihan politik antar faksi internal Palestina.
Dalam konteks inisiatif barunya, Hamas telah menyuarakan kesiapannya untuk membubarkan sebuah “Komite Administratif” yang didirikan pada bulan Maret dengan tugas mengkoordinasikan antara institusi publik Gaza.
Sejak berdirinya komite tersebut, Otoritas Palestina yang berbasis di Ramallah (PA) Presiden Mahmoud Abbas, yang dipimpin oleh rival faksi Palestina, Fatah (yang juga dipimpin oleh Abbas), telah berulang kali menyerukan pembubaran komite administratif tersebut..
Dalam sebuah pernyataan Rabu (02/08), Salah al-Bardawil, seorang anggota Biro Politik Hamas yang berpengaruh, berjanji bahwa – dalam konteks prakarsa baru – komite administratif “akan mengakhiri misi daruratnya di Gaza segera setelah pimpinan [Fatah] Pemerintah Persatuan memikul tanggung jawabnya di Jalur Gaza.”
Al-Bardawil kemudian menjelaskan bahwa dorongan prakarsa baru Hamas tersebut dalam rangka mepersatukan hubungan antar faksi Palestina, muncul sebagai respons terhadap suara rakyat Palestina yang memberontak di Yerusalem dan memenangkan Pertempuran Gerbang Masjid Al-Aqsa.
Pada pertengahan Juli, Israel memberlakukan serangkaian tindakan keamanan kerasnya di sekitar kompleks Masjid Al-Aqsa di Yerusalem Timur setelah dua petugas polisi Israel terbunuh di daerah tersebut, yang diduga akibat serangan warga Palestina.
Warga Palestina menanggapi tindakan keras Israel tersebut dengan melakukan demonstrasi di seluruh wilayah Palestina dan menolak memasuki kompleks Masjid Al-Aqsa di Yerusalem.
Selama 15 hari, Muslim Palestina sholat berjamaah, berdzikir dan bermunajat secara secara massal di luar gerbang Al-Aqsa hingga menarik perhatian dunia Islam dan masyarakat internasional.
Malu dan tertekan dengan gelombang aksi damai dan menghadapi hujan kritik internasional yang meningkat tajam, Israel kemudian membatalkan langkah-langkah keamanan Jumat lalu (28/06) dalam sebuah langkah yang dielu-elukan oleh rakyat Palestina sebagai sebuah kemenangan langka.
Hamas, untuk bagian ini, memanfaatkan kesempatan dan momentum langka ini untuk merajut persatuan nasional Palestina serta memulai upaya baru untuk memperbaiki hubungan dengan Fatah dan membentuk front persatuan melawan pendudukan Israel yang telah berlangsung selama beberapa dekade belakang.
“Hamas mengulurkan tangannya [ke Fatah] dengan maksud untuk mencapai rekonsiliasi Palestina dengan jelas dan kuat,” tegas al-Bardawil.
Anggota Biro Politik Hamas itu juga menyerukan Otoritas Palestina, pemerintah yang berbasis di Ramallah, untuk membatalkan semua tindakan yang diberlakukan terhadap wilayah Jalur Gaza sejak pembentukan Komite Administratif pada bulan Maret.
Pada bulan April, Abbas bersumpah untuk mengambil “langkah yang belum pernah terjadi sebelumnya” terhadap pemerintahan Hamas di Jalur Gaza, yang telah dikelolar oleh Hamas sejak 2007, saat kelompok perlawanan tersebut mengambil alih wilayah itu dari Fatah setelah beberapa hari melakukan pertempuran di jalanan.
Dalam beberapa bulan terakhir, Abbas tampaknya telah berhasil menjalankan ancamannya, misalnya saat pemerintah Ramallah memotong gaji semua pegawai PA (Otoritas Palestina) yang berbasis di Gaza sekitar 30 persen.
PA yang berbasis di Ramallah juga mengurangi jumlah yang dibayarkan kepada Israel untuk penyediaan sekitar 10 persen pasokan kebutuhan listrik Gaza, sehingga situasi memperburuk krisis energi yang telah terjadi di wilayah pesisir pantai Palestina itu.
Dengan harapan untuk menghindari eskalasi lebih lanjut hingga merembet ke Israel – musuh utamanya – dengan sebuah front persatuan Palestina, al-Bardawil menyuarakan keinginan Hamas untuk memulai kembali dialog nasional Palestina dengan maksud untuk membentuk pemerintah persatuan nasional yang bonafide.
al-Bardawil menyimpulkan dengan menyerukan kepada seluruh kelompok politik Palestina untuk menyetujui tanggal pemilihan legislatif, presiden dan dewan nasional Palestina.
Pada tahun 2014, Hamas dan Fatah – yang mengelola Jalur Gaza yang diblokade dan Tepi Barat yang diduduki Israel – sepakat pada prinsipnya untuk membentuk sebuah pemerintahan persatuan nasional.
Pemerintah persatuan nasional yang disebut-sebut itu, bagaimanapun, sejauh ini gagal dalam mengambil peran pemerintahan di Gaza karena perbedaan yang luar biasa antara kedua gerakan bertentangan secara ideologis, strategis dan taktis tersebut.[IZ]