JAKARTA (Panjimas.com) – Terkait usulan Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah agar Majelis Ulama Indonesia (MUI) menerbitkan fatwa haram atau larangan bagi WNI Muslim yang hendak berkunjung ke Israel, direspon oleh Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Zainut Tauhid Saadi.
Zainut mengungkapkan, lembaganya akan mengkaji terlebih dahulu terkait keinginan Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah yang menginginkan diterbitkannya fatwa larangan ke Israel. Rencananya, dia mengungkapkan, pihaknya akan mengkaji soal itu setelah Lebaran.”Perlu kami pelajari dan dalami terkait dengan konteks dan juga kontennya. Setelah Lebaran InsyaAllah,” katanya.
Ini buntut dari berkunjungnya anggota Wantimpres dan Katib Aam PBNU, Yahya Stafuq, yang kemudian Fahri Hamzah mengusulkan kepada MUI untuk mengeluarkan fatwa haram bagi WNI muslim yang hendak berkunjung ke Israel.
Ketua MUI Ma’aruf Amin sebelumnya mengatakan, lembaganya tidak berwenang melakukan pelarangan seseorang untuk masuk ke suatu negara. Kalaupun ingin menerbitkan fatwa haram WNI muslim masuk Israel, harus melalui mekanisme pelaporan.
Lebih lanjut Zainut menuturkan, jika ingin usulan tersebut segera ditindaklanjuti, Fahri tetap harus memberikan surat. Namun jika Wakil Ketua DPR itu tidak mengajukan surat, Zainut mengatakan keinginan tersebut tetap akan dibahas di dalam rapat dewan pimpinan harian.
“Sambil mengikuti perkembangan-perkembangan yang ada dan setiap pekrembangan itu selalu kami akan memberikan pendapat atau sikap untuk perlu sampai tadi ketentuannya apakah perlu dikeluarkan tausiah atau rekomenadi atau sampai tingkat fatwa,” tuturnya.
Namun Zainut menjelaskan, dalam mengeluarkan fatwa tidak dapat sembarangan karena ada sejumlah ketentuan yang harus diperhatikan. “Yang pertama apakah ada permintaan dari masyarakat atau tidak yang kedua, apakah itu masuk wilayah fatwa atau tidak,” ujarnya.
Dia mengatakan, untuk bisa masuk ke dalam wilayah fatwa, biasanya terkait dengan ketentuan hukum haram atau tidaknya suatu perkara. Fatwa yang dikeluarkan oleh MUI pun terbagi dua, yakni fatwa tausyiah atau rekomendasi.
“Nah kalo orang berpergian berkunjung ke sebuah negara, apakah itu masuk dalam wilayah itu? Kan gitu, ini harus di teliti dari aspek apa kita memberikan hukum itu. Jadi ini harus kami pilah-pilah apakah masuk di fatwa atau tausiah atau rekomendasi begtu,” tukas Zainut.
Fatwa Ulama Internasional
Sementara itu Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah menilai, sudah ada fatwa internasional yang melakukan hal itu. Oleh sebab itu, dia tak mengerti, alasan MUI yang mengaku tak bisa melarang orang untuk berkunjung ke suatu negara.
“Kita nyatakan haram saja kan sama dengan mengakui penjajahan di dunia ini sudah banyak ulama yang membuat fatwa mengharamkan ketika persatuan ulama internasional Syekh Yusuf Qordlawi itu sudah mengharamkan kunjungan ke negara yang dikuasai oleh Zionis itu sudah diharamkan jadi sebetulnya MUI tinggal meneruskan dari fatwa internasional,” ujar Fahri, beberapa waktu lalu (15/6).
Usulan Fahri ini merujuk peristiwa kontroversi kunjungan anggota Wantimpres, Yahya Cholil Staquf ke Israel. Tokoh Nahdlatul Ulama itu bertemu Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu pada Kamis 14 Juli kemarin. Kunjungan itu pun menuai kontroversi. Terlebih, Israel sebagai negara penjajah Palestina dianggap sebagai musuh besar umat Islam.
Menurut Fahri, MUI tak perlu melakukan kajian dan menunggu laporan masyarakat. MUI, kata Fahri, tinggal menyadur fatwa internasional larangan datang ke Israel. “Jadi sebenarnya MUI tinggal melanjutkan fatwa dari ulama internasional bahwa itu haram. Supaya itu tidak berulang gitu. Karena ini zionis ini nyopet kita, dia nyopet tokoh, kadang-kadang dia nyopet wartawan juga. Seolah-olah ini negara bagus, aman, padahal kan itu penjajahan. Kita ditipu sama dia dikasih lihat gambar-gambar yang bagus padahal dia itu kan penindasan,” kata Fahri.
Fahri mengatakan, Menteri Luar Negeri Retno Marsudi pun harus tegas mengeluarkan larangan. Dia menambahkan, tidak ada ruginya melakukan pelarangan. “Ya harusnya kan Kemenlu lebih keras. Toh kita sudah dilarang. Kan paspor kita kalau pejabat gak boleh datang ke situ ada tanda di situ negara yang ga boleh didatangi,” kata Fahri. (ass)