SOLO, (Panjimas.com) — Tim Advokasi Reaksi Cepat (TARC) Solo Raya mendesak Kepolisian Republik Indonesia (Polri) untuk menangkap dan memproses hukum para aktor intelektual tragedi Rabu Kelabu 20 oktober 1999, yakni kasus pembakaran Balai Kota Surakarta. TARC menuntut adanya tranparansi dan kejelasan proses hukum serta ketegasan Polri dalam mengusut kasus ini.
“Kami ke Polres Surakarta memberikan surat permohonan informasi dan tindak lanjut atas pembakaran balai kota pada tanggal 20 Oktober 1999. Kita menggunakan data dari tim pencari fakta (TPF) independen Rabu Kelabu yang sekretarisnya adalah Muhammad Taufiq, menyampaikan 22 nama yang sudah pernah disampaikan TPF, termasuk identitas, alamat, dan nama orang”, pungkas Endro Sudarsono, Sekretaris TARC, Jumat (19/10) siang.
“Kita mengharapkan setelah ini, akan mencari informasi baik lisan ataupun penjelasan semacam gelar perkara, supaya penjelasan dapat ditanggapi dan jawaban itu bisa menyangkut aspek hukum”, paparnya.
“Jawaban berupa aspek hukum ini, karena sudah 19 tahun, apakah ini SP3 atau tidak memiliki unsur, atau tidak mampu mencari pelakunya. Harapan kita polisi itu transparan, profesional, independen, dan tidak diskriminatif,” jelasnya.
Ia mengatakan rekomendasi TPF Independen Rabu Kelabu saat itu adalah kerusuhan yang disertai Pembakaran Balai Kota Surakarta, telah direkomendasikan 22 nama orang agar diusut oleh kepolisian. Pihaknya pun berharap kepolisian mampu bertindak transparan dan profesional serta tidak diskriminatif.
SP3 atau Kadaluarsa?
Ketua TARC Solo Raya, Dr Muhammad Taufiq, MH menegaskan aktor intelektual pembakaran 20 Oktober 1999 harus ditangkap. Menurutnya kasus ini tidak bisa disebut kadaluarsa karena tindakan penyidikan hukum saja belum dilakukan.
“Aktor pembakaran balaikota wajib ditangkap, Ini fakta hukum, kalau bicara kadaluarsa kita lihat pasal 78 KUHAP, bagaimana ini bisa disebut kadaluarsa tindakan polisionil penyidikan saja belum. Disebut kadaluarsa kalau sudah diselidiki sesuai pasal 109 ayat 1 dimana tidak ada bukti atau demi hukum pelaku sudah meninggal atau itu bukan tindak pidana, itu baru bisa ditutup atau SP3,” pungkasnya di depan Mapolres Surakarta, Jumat (19/10) siang.
“Tetapi kalau belum pernah diperiksa, tidak ada ceritanay itu SP3 ataupun kadaluarsa. Jangan membodohi dengan kadaluarsa, diperiksa aja belum kok kadaluarsa, belajar hukumnya dimana”, tegasnya.
“Kita menyampaikan 22 nama berdasarkan laporan temuan TPF independen, maka itu segera dipanggil nama nama itu mumpung masih hidup. Kalau mereka tidak dipangil jangan bilang kadaluarsa, ada di pasal 78 KUHAP dan pasal 109 ayat 1,” tandasnya.
“Kejahatan itu dipasang dari memasang spanduk-spanduk, Megawati Kalah Solo Habis, Mega Kalah Solo Hangus. Ini dokumen sejarah,” jelasnya.
“Kami menilai polisi lamban mengusut kasus pembakaran balai kota,” tukasnya.
“Terakhir rekomendasi TPF, Kita sangat kecewa ada sekitar 100 anggota polisi pukul 16.00 sore ditarik, pukul 17.10 balai kota dibakar. Saya jadi curiga, jangan-jangan ini kongkalikong. Ini dokumen ada semua. Silahkan kalau polisi ingin memanggil saya,” pungkas Taufiq.[IZ]