JAKARTA, Panjimas – Persoalan Ahmadiyah kembali mencuat setelah peristiwa perusakan tempat ibadah umat Ahmadiyah yang berada di Masjid Miftahul Huda, Kab Sintang Kalimantan Barat. Hal ini tentu saja mengingatkan kita tentang Fatwa MUI tentang Ahmadiyah.
Seperti yang disampaikan oleh Ketua Bidang Dakwah dan Ukhuwah MUI, KH Cholil Nafis yang mengatakan bahwa ajaran Ahmadiyah dinyatakan sesat oleh MUI karena mereka mengakui dan meyakini kalau Mirza Ghulam Ahmad adalah seorang Nabi. Hal ini tentu saja sama saja dengan keluar dari akidah yang murni yang tidak mengakui adanya Nabi lain setelah Nabi Muhammad Saw.
“Selama Ahmadiyah masih mengakui Mirza Ghulam Ahmad sebagai Nabi maka dinyatakan sesat oleh MUI,” ujar KH Cholil kepada media pada Ahad, (5/9/2021).
Berikut ini Fatwa MUI tentang Ahmadiyah yang terdapat di dalam Fatwa MUI NO 11/Munas VII/ MUI15/ 2005 tentang Aliran Ahmadiyah yang ditetapkan dalam Munas VII MUI 2005 menyebutkan sebagai berikut:
1. Menegaskan kembali fatwa MUI dalam Munas II Tahun 1980 yang menetapkan bahwa aliran Ahmadiyah berada di luar Islam, sesat dan menyesatkan, serta orang Islam yang mengikutinya adalah murtad (keluar dari Islam)
2. Bagi mereka yang terlanjur mengikuti Aliran Ahmadiyah supaya segera kembali kepada ajaran Islam yang haq (al-ruju’ ila al-haqq), yang sejalan dengan Alquran dan hadits
3. Pemerintah berkewajiban untuk melarang penyebaran faham Ahmadiyah di seluruh Indonesia dan membekukan organisasi serta menutup semua tempat kegiatannya.