JAKARTA (Panjimas.com) – Pemerintah Indonesia melalui Menteri Koordinator Bidang Perekonomian (Menko Perekonomian), Sofyan Djalil akhirnya menetapkan harga baru Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis premium dari harga sebelumnya Rp 8.500 turun menjadi Rp 7.600 per liter dan BBM jenis solar dari Rp 7.500 turun menjadi Rp7.250 per liter yang akan diberlakukan mulai tanggal 1 Januari 2015 pukul 00.00 WIB.
Meski demikian, sejumlah kalangan dan pihak menyatakan bahwa pemerintahan Jokowi-Jusuf Kalla telah membohongi rakyat dan melakukan upaya liberalisasi sektor Migas di balik kebijakan harga BBM diawal tahun 2015. (Baca: Ada Apa di Balik Kebijakan Naik Turunnya Harga BBM?)
Sementara itu, Ketua Komisi VI DPR RI Hafidz Tohir menilai kebijakan baru harga BBM tersebut masih memberi keuntungan bagi pemerintah. (Baca Juga: Harga BBM Jadi Rp 7.600 Per 1 Januari 2015, Netizen Sebut Harga BBM Bukan Turun Tapi Tetap Naik)
Hafidz mengatakan, semestinya harga BBM bersubsidi bisa diturunkan menjadi Rp 6.000. Dengan harga baru itu, pemerintah masih menikmati subsidi sebesar Rp 1.600/liter. “7.600/liter itu masih di atas harga plafon keekonomian saat ini, yang sekitar 6.000/liter,” kata Hafidz kepada Rimanews, di Jakarta, pada Rabu (31/12/2014).
Dengan kebijakan baru harga BBM kali ini, Hafidz menyatakan bahwa rakyat dan masyarakat justru yang menanggung beban yang dipikul pemerintah. “Logikanya terbalik. Rakyat yang mensubsidi pemerintah saat ini,” jelasnya.
Kenaikkan BBM pada 18 November 2014 lalu, menurut Hafidz sudah berdampak hebat pada harga kebutuhan pokok dan lainnya. “Ironis, Jokowi-JK yang menaikkan harga BBM Rp 2.000 sudah berdampak pada kenaikan harga barang dan semua kebutuhan pokok,” tandasnya. [GA]