JAKARTA (Panjimas.com) – Wakil Ketua Panitia Khusus (Pansus) Revisi Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, Supiadin Aries Saputra menyatakan, semestinya “Pasal Guantanamo” tidak perlu ada.
Adapun, pasal itu merujuk pada aturan yang mengharuskan tersangka teroris dipenjara di suatu tempat selama enam bulan untuk diinterogasi.
Supiadin menilai pasal tersebut tak menunjukkan upaya reformasi dalam penanganan tindak pidana terorisme. Sebab, keberadaan pasal 43 tersebut dalam draf RUU Terorisme berpotensi memunculkan pelanggaran HAM.
“Saya saja yang berasal dari kalangan militer tidak sepakat dengan adanya ‘Pasal Guantanamo’ itu. Tidak perlulah ada yang seperti itu,” ujar Supiadin usai mengikuti rapat bersama Kapolri Jenderal (Pol) Tito Karnavian di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (31/8/2016).
Supiadin mengatakan, prinsip dalam RUU Terorisme mencakup tiga hal, yakni pencegahan, penindakan, dan rehabilitasi.
Tentunya dalam menjalankan ketiga prinsip tersebut tidak bisa melanggar HAM baik dari sisi tersangka, aparat, maupun korban.
“Kami maunya RUU ini setelah jadi undang-undang justru tidak digugat karena ternyata melanggar HAM. Makanya yang diperlukan bukan seperti ‘Pasal Guantanamo’, tetapi efektifitas dalam menggali informasi dari tersangka tanpa melanggar HAM dan tingkatkan pencegahan,” ujar Supiadin.
Seperti diketahui, dalam Pasal 43 di dalam salah satu poin draf RUU Terorisme, regulasi terbaru mencantumkan kewenangan penyidik ataupun penuntut untuk menahan seseorang yang diduga terkait kelompok teroris selama 6 bulan.
Pasal ini dianggap memiliki banyak celah untuk penyalahgunaan wewenang. [AW/kps]