BEKASI (Panjimas.com) – KH Muhammad Dachlan, kini tergolek lemah di rumah sakit, setelah sebelumnya kesadarannya menurun drastis.
Pria berjuluk “Si Pitung dari Bekasi” itu sudah beberapa kali keluar masuk rumah sakit. Apalagi, sudah lebih dari dua tahun terbaring di atas tempat tidur akibat penyakit stroke yang dideritanya.
Kini, Haji Dachlan -sapaan akrabnya- kembali masuk ruang ICU, Rumah Sakit Islam Pondok Kopi, Jakarta Timur, sejak Rabu malam (31/8/2016).
“Kata dokter, bapak terkena radang paru/pneumonia dan jantung koroner. Alhamdulillah untuk ginjal gak perlu cuci darah walaupun GFRnya 4,7. Untuk paru bapak sudah di uap dan fokus obatin infeksi. Tekanan darah bapak 110/60 sudah membaik dari sebelumnya 80/40,” kata Mahfudz Dachlan, putra Haji Dachlan, Kamis (1/8/2016).
Dokter menyarankan agar pola makan Haji Dachlan ditambah. Hal itu Demi memperbaiki kondisi kesehatannya.
“Kata dokter bapak baiknya makan daging, putih telur, ikan.. Jangan tempe tahu. Peptisol dan entrasol aman katanya,” imbuhnya.
Pihak keluarga yang menemani Haji Dachlan sejak semalam, sempat menemui Haji Dachlan. Meski kondisinya sempat sadar, namun hingga kini, sesepuh Infaq Dakwah Center (IDC) dan media Voice of Al Islam (voa-islam.com) itu harus mendapatkan perawatan intensif.
“Rencana besok konsul spesialis jantung dan dokter saraf. Dokter saraf untuk konsul strokenya. Untuk jamnya masih belum bisa dipastikan kapan bisa konsul dan keluar hasilnya,” ujar Mahfudz.
Pihak keluarga bersama seluruh staf relawan IDC memohon doa kaum Muslimin untuk kesembuhan KH Muhammad Dachlan.
اللَّهُمَّ رَبَّ النَّاسِ، أَذْهِب الْبَأسَ، اشْفِ، أَنْتَ الشَّافِي لاَ شِفَاءَ إِلاَّ شِفَاؤُكَ، شِفاءً لاَ يُغَادِرُ سَقَماً
Ya Allah, Rabb sekalian manusia, hilangkan sakitnya. Sembuhkan, Engkau Maha Pemberi kesembuhan, tidak ada kesembuhan melainkan kesembuhan dari-Mu, kesembuhan yang tidak meninggalkan penyakit sedikit pun. [Muttafaqun Alaihi].
https://youtu.be/PuB9LwOxXtk
Profil Singkat KH Muhammad Dachlan
KH Muhammad Dachlan adalah pejuang Angkatan 1945 dari Bekasi, Jawa Barat. Pria Betawi kelahiran Jakarta, 10 Februari 1928 ini, turut membesarkan ormas Islam pejuang seperti Pelajar Islam Indonesia (PII), Gerakan Pemuda Islam (GPI). Di masa penjajahan, ia aktif berjihad dalam barisan pejuang Islam Hizbullah menghadapi kompeni Belanda. Di masa kemerdekaan, Haji Dachlan juga aktif di lingkungan partai Islam legendaris, Masyumi. Ia pun mengikuti jejak M Natsir, sang pendiri Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII), sebagai sesepuh di lembaga pencetak para dai tersebut.
Setelah Indonesia merdeka, teman dekat KH Noer Alie -Pahlawan Nasional dari Bekasi- itu tak pernah mencari manfaat demi kepentingan pribadi. Ia bahkan terus berjuang mengisi kemerdekaan.
Bahkan, sebagai orang yang pernah memperjuangkan kemerdekaan, Haji Dachlan terbilang kritis terhadap rezim yang berkuasa. Sehingga tak heran, bila dirinya kerap menjadi bulan-bulanan Kopkamtib Orde Baru (ORBA) dengan berbagai tuduhan makar. Seperti M Natsir dan Buya HAMKA, seolah “tidak sah” seorang aktivis Islam bila tak pernah mencicipi “cemeti” siksaan atau dinginnya terali besi.
Namun, seolah tak peduli ujian tersebut. Haji Dachlan tetap meneruskan langkahnya. Ada satu ruang kosong yang dijelajahinya, pasca Indonesia merdeka, yakni dakwah ke berbagai pelosok daerah tertinggal.
Meski fisik tak lagi muda, tubuh pun mulai renta, Haji Dachlan tetap istiqomah di medan juang baru yang digelutinya itu. Ia habiskan waktu, tenaga, pikirannya untuk menembus belantara jahiliyah lagi miskin, yang saat itu menyelimuti pelosok Bekasi Utara, seperti Tanjung Air, Kramat Batok, Singkil, Sungai Kramat, Poncol di wilayah Bekasi dan daerah Sukaresmi, Jonggol, Kabupaten Bogor.
Keterbelakangan warga masyarakat di kawasan Bekasi Utara yang akut, membuatnya tak tinggal diam. Bertahun-tahun ia terjun ke gelanggang, berkeringat dalam dakwah dan menyantuni kemiskinan.
Haji Dachlan begitu prihatin melihat kemiskinan agama yang mengikuti kemiskinan materi. Karena kondisi minimnya pemahaman agama, tak sedikit juga orang tak mengenal shalat dan pengetahuan tentang Islam. Saat berdakwah dahulu, ia bahkan sempat dibuat geleng-geleng kepala saat melihat ketidaktahuan warga di Kramat Batok tentang Idul Adha sebagai hari raya Islam.
Totalitas Haji Dachlan dalam soal dakwah memang tak bisa dianggap enteng. Dalam tujuh hari yang dimiliki, pria berputra 16 orang dari dua isteri ini, menyisihkan setidaknya empat hari dalam seminggu untuk mengisi pengajian di Bekasi Utara.
Lalu dari mana Haji Dachlan yang penampilannya bersahaja ini menghidupi kegiatan dakwahnya? Tak lain, dari koceknya sendiri, serta usaha yang dimilikinya. Memadukan dakwah dengan bersedekah, dianggapnya sebagai metode paling efektif.
Maka tak heran jika Haji Dachlan dijuluki “Si Pitung dari Bekasi” sesuai dengan kisah kepedulian sosial si Pitung yang melegenda karena kerap menolong rakyat miskin dari kantongnya sendiri.
Di belakang Haji Dachlan, telah berdiri kurang lebih 14 yayasan yang bergerak di bidang pendidikan Islam dan panti asuhan. Yayasan itu memberikan pelayanan pendidikan terjangkau bagi kaum lemah di Kota dan Kabupaten Bekasi serta di Jakarta Timur. Selain itu, perjuangan “Si Pitung” dari bekasi itu juga dilanjutkan dengan mendirikan lembaga yayasan Infaq Dakwah Center (IDC) dan kantor media Voice of Al Islam (voa-islam.com). Dua lembaga tersebut kini berjuang di bidang dakwah dan sosial, serta menyajikan pemberitaan dan mengadvokasi kaum Muslimin dari sisi media.
Kini, “Si Pitung” hanya bisa tergolek lemah di bangsal perawatan, setelah penyakit stroke yang dialaminya. Rambutnya yang memutih serta keriput di kulitnya, seolah bertanya kepada kita, “Adakah Haji Dachlan lain yang kelak bisa menggantikannya?” [AW/dbs]