GAZA, (Panjimas.com) – Kepala Biro Politik Hamas yang baru saja terpilih beberapa waktu lalu, Ismail Haniyeh, pada hari Rabu (05/07) menentang keras rencana untuk membangun “perdamaian regional atau ekonomi” dengan Israel.
Haniyeh mengeluarkan peringatan keras Hamas tersebut pada konferensi pers pertamanya sejak terpilih pada awal Mei lalu untuk menggantikan Khaled Meshaal sebagai pemimpin politik kelompok perlawanan yang berbasis di Gaza itu.
Haniyeh menegaskan bahwa pemerintah AS berharap dapat membentuk kesepakatan damai “regional” yang bersejarah, yang, menurut Haniyeh dalam pernyataannya, “pada akhirnya akan berfungsi untuk memadamkan tujuan rakyat Palestina”.
“Kami tidak akan pernah menerima proposal [perdamaian] – dengan dalih apapun – yang tidak melayani kepentingan rakyat kami atau melindungi hak-hak mereka,” tegas Haniyeh.
“Dengan asumsi Donald Trump pada masa kepresidenannya, gerakan [perdamaian regional] tersebut telah dipercepat – di bawah tekanan Israel – untuk memeras negara-negara Arab dan Muslim dengan tujuan utama menghancurkan kepentingan Palestina,” imbuhnya.
“Setiap solusi atau kompromi yang tidak menjamin hak-hak rakyat Palestina atas kebebasan – dan pembentukan sebuah negara Palestina yang berdaulat dengan Yerusalem sebagai ibukotanya – akan gagal,” tegas Haniyeh.
Pada konferensi pers hari Rabu (05/07), Haniyeh juga mengatakan bahwa – berdasarkan sebuah kunjungan delegasi Hamas baru-baru ini ke Kairo – hubungan kelompok perlawanan Palestina tersebut dengan Mesir “berkembang dengan baik”.
“Saudara-saudara kami di Mesir telah menunjukkan kesiapan mereka untuk menangani krisis kemanusiaan di Gaza,” pungkasnya.
“Diskusi yang baru-baru ini dilakukan di Mesir telah menghasilkan hasil positif, buahnya akan segera terbukti bagi masyarakat Gaza,” tambahnya tanpa menjelaskan lebih jauh.
Pada 12 Juni, sebuah delegasi Hamas kembali ke Gaza dari Kairo setelah kunjungan selama sepekan di mana anggota delegasi bertemu dengan sejumlah pejabat intelijen Mesir.
Beberapa hari kemudian, pihak berwenang Mesir – untuk pertama kalinya mengizinkan truk penuh berisi bahan bakar industri ke Jalur Gaza yang dikelola Hamas, yang memungkinkan pembangkit listrik satu-satunya disana berfungsi untuk memulai operasi setelah terpaksa absen 2 bulan lamanya.
Abbas Desak Kesepakatan Damai “Bersejarah” dengan Israel
Presiden Palestina Mahmoud Abbas pada hari Senin (03/07) menyerukan pentingnya “kesepakatan damai bersejarah” dengan Israel sesuai dengan gagasan solusi 2 negara untuk konflik yang telah berlangsung selama puluhan tahun tersebut, seperti dilansir Anadolu.
Abbas mengeluarkan seruannya dalam sebuah pidato yang disampaikannya pada KTT Uni Afrika ke-29 yang saat ini sedang berlangsung di ibukota Ethiopia, Addis Ababa.
Pemimpin Palestina tersebut juga mendesak para pemimpin Afrika untuk mengkondisikan hubungan mereka dengan Israel atas komitmen untuk mengakhiri pendudukan 50 tahun atas tanah rakyat Palestina.
“Partisipasi Israel dalam Konferensi Regional Afrika hanya mendorongnya untuk melanjutkan kesombongan dan kebijakan pendudukannya dan terus menyangkal hak-hak rakyat Palestina terhadap kebebasan, kedaulatan dan kemerdekaan,” kata Abbas.
Abbas kemudian menyuarakan harapannya bahwa negara anggota Uni Afrika (AU) akan membantu mengubah “kenyataan pahit yang dialami oleh rakyat kami sebagai akibat dari pendudukan [Israel] yang sedang berlangsung ini.
Abbas menambahkan: “Dukungan Afrika untuk resolusi yang mendukung Palestina di forum internasional akan melindungi solusi 2 negara dan berkontribusi pada pelestarian hak-hak rakyat tertindas – rakyat Palestina – sampai perdamaian tercapai.”
“Mengatasi masalah Palestina dengan mencapai solusi yang tepat adalah kunci perdamaian di kawasan ini,” tegasnya.
“Ini akan menghilangkan dalih yang digunakan oleh kelompok teroris di wilayah ini dan berkontribusi terhadap keamanan regional dan perdamaian global”, tandas Abbas.
“Tawaran terakhir dalam hal ini oleh Presiden AS Donald Trump telah datang pada waktu yang tepat; Sekarang ada secercah harapan untuk perdamaian,” kata Presiden Palestina itu.
“Kami sekarang menunggu Israel menanggapi inisiatif Presiden Trump untuk kesepakatan damai bersejarah berdasarkan gagasan solusi 2 negara,” ujarnya.
Selama kunjungan bulan Mei lalu ke kota Bethlehem, di Tepi Barat, Trump telah bersumpah untuk “melakukan segalanya” untuk mewujudkan penyelesaian damai atas konflik Palestina-Israel.
Perundingan damai yang disponsori AS runtuh pada tahun 2014 karena penolakan Israel untuk menghentikan kegiatan pembangunan permukiman ilegal Yahudi di wilayah Palestina.
Rekonsiliasi Nasional
Dalam hal politik domestik Palestina, Haniyeh mengatakan bahwa prioritas Hamas adalah untuk mencapai “rekonsiliasi nasional” dan membangun jembatan antara pasukan-pasukan Palestina dan faksi-faksi yang masih bersaing satu sama lain.
“Ini akan tetap menjadi prioritas utama kami,” ujarnya. “Kami tidak akan menyisihkan upaya untuk mengembalikan persatuan nasional dan membentuk strategi terpadu untuk perlawanan [terhadap pendudukan Israel].”
Haniyeh juga menyerukan pembentukan pemerintah persatuan nasional Palestina yang sejati yang dapat memenuhi kebutuhan rakyat Palestina di Tepi Barat yang diduduki dan Jalur Gaza yang diblokade Israel.
Pada tahun 2014, Hamas, yang telah memerintah Gaza selama 10 tahun terakhir, setuju dengan rivalnya, gerakan Palestina Fatah, yang kini menjalankan pemerintahan Otoritas Palestina di Ramallah, untuk membentuk sebuah pemerintahan persatuan nasional.
Pemerintah persatuan nasional yang disebut-sebut itu, bagaimanapun, sejauh ini gagal dalam mengambil peran pemerintahan di Gaza karena perbedaan yang luar biasa antara kedua gerakan bertentangan secara ideologis, strategis dan taktis tersebut.[IZ]