KABUL, (Panjimas.com) – Pemimpin partai sayap kanan Afghanistan “Hezb-e-Islami”, Gulbuddin Hekmatyar menegaskan bahwa peperangan di Afghanistan tidak dapat dituntaskan dengan pengerahan pasukan asing tambahan, oleh karenanya Ia mendesak elemen asing di Afghanistan mengurangi campur tangan militer dan politiknya di negara itu
“Faktanya adalah bahwa perang Afghanistan tidak dapat dimenangkan dengan penempatan pasukan asing tambahan atau dengan strategi perang saat ini,” pungkasnya, dilansir dari Anadolu Ajensi.
Hal tersebut disampaikannya saat berbicara kepada sekelompok wartawan asing di kantornya di Kabul Barat pada hari Sabtu (05/08), Hekmatyar membandingkan jalan buntu saat ini di medan perang di Afghanistan dengan hari-hari terakhir rezim pendukung Soviet di negara tersebut pada akhir 1980an.
Hekmatyar mendesak pemerintahan sekutu-sekutu asing Afghanistan untuk tidak mempercayai elemen “pro-Teheran [Iran] dan pro-Moskow [Rusia]” di negara ini.
Pemimpin “Hezb-e-Islami” itu menambahkan bahwa kemenangan dalam hal ini akan memerlukan perubahan dalam strategi perang dan struktur pasukan bersenjata.
Oleh karena itu, Hekmatyar menyerukan de-politisasi Angkatan Bersenjata Afghanistan serta pembentukan pemerintah pusat yang lebih kuat.
Dia mengkritik pemerintah Afghanistan saat ini, karena terlalu lemah.
Ia pun mendesak AS dan negara anggota NATO untuk membantu mengakhiri campur tangan asing di Afghanistan yang diklaim bertanggung jawab untuk memperpanjang konflik mematikan tersebut.
“Kami siap untuk memiliki hubungan persahabatan dengan mereka yang menahan diri untuk tidak mencampuri urusan Afghanistan dan mengakui Afghanistan sebagai negara yang merdeka dan berdaulat,” pungkasnya menanggapi sebuah pertanyaan mengenai kebijakan partainya “Hezb-e-Islami” terhadap AS dan NATO.
Bulan lalu, para pengunjuk rasa turun ke jalan di berbagai wilayah di negara tersebut menyusul penentangan Presiden Iran Hassan Rouhani terhadap pembangunan bendungan di Afghanistan.
Hekmatyar sebelumnya telah mengungkapkan kekhawatirannya tentang “ribuan warga Afghanistan” yang dilaporkan dikerahkan ke Suriah untuk berperang bersama pasukan Syiah Iran.
Dia mengatakan sejumlah diplomat asing, termasuk Duta Besar Rusia pada hari Jumat (04/08) datang untuk menemuinya setelah kembali ke Kabul setelah hampir 20 tahun melakukan pengasingan sendiri, namun Duta Besar AS hingga kini belum menemuinya.
Konflik bersenjata di Afghanistan, yang memasuki tahun ke-16, dimulai dengan jatuhnya pemerintahan Taliban di akhir tahun 2001 dan telah merenggut puluhan ribu nyawa di negara ini.
Negara yang dilanda perang itu mengalami berbagai persitiwa kekerasan selama beberapa dekade sejak invasi Soviet pada tahun 1979.
Pasukan Pertahanan dan Keamanan Nasional Afganistan yang didirikan dengan dukungan dari AS dan NATO telah berjuang sejak bangkitnya pemberontakan bersenjata oleh Taliban dan sejumlah kelompok bersenjata lainnya.
Hekmatyar, pernah sebentar menjabat sebagai Perdana Menteri negara itu setelah penarikan Soviet dan perang sipil berikutnya, mengatakan jika AS dan NATO membantu mengurangi campur tangan militer dan politik asing, Afghanistan dapat mengatasi masalah-masalahnya sendiri.
Setelah menandatangani kesepakatan damai dengan pemerintah Afghanistan pada bulan September tahun lalu, Hekmatyar telah berjanji untuk berperan dalam membawa Taliban ke meja perundingan.
“Ya, kami sedang mengerjakannya (membawa Taliban ke perundingan), namun jika pemerintah menciptakan lingkungan yang kondusif, sejumlah besar militan bersenjata akan bergabung dalam proses perdamaian,” pungkasnya.
Hekmatyar menambahkan sebuah faksi utama pemberontak bersenjata tidak memiliki pilihan yang lain selain untuk berperang, dan jika tuntutan sah mereka diterima mereka akan mengikuti jalan menuju perdamaian; Namun, dia menambahkan bahwa faksi lain dari milisi juga melayani kepentingan asing, dan hanya akan menyerah saat dukungan dari luar mereka dihentikan.
Akhir-akhir ini, tiga partai politik yang didukung oleh kelompok etnis minoritas dengan bagian kepemimpinannya dari Pemerintah Persatuan Nasional, National Unity Government (NUG) di Kabul telah bergabung melawan Presiden Mohammad Ashraf Ghani.
Pemimpin Hezb-e-Islami itu juga menyerukan pemimpin aliansi oposisi yang baru terbentuk dengan memperturutkan hasrat politik etnis mengenai arahan kekuatan asing, sebuah klaim bahwa aliansi tersebut dibentuk oleh Wakil Presiden Abdul Rasheed Dostum, gubernur provinsi Balkh Atta Mohammad Noor dan wakilnya Chief executive officer NUG Mohammad Mohaqeq, menolaknya.
Hekmatyar memperbaharui peringatannya bahwa tidak ada pihak yang diperbolehkan untuk memburu kekuasaan secara paksa.
Dia mengatakan bahwa Hezb-e-Islami akan ambil bagian dalam pemilihan parlemen yang akan datang dengan kekuatan penuh, namun Ia menahan diri untuk secara terbuka mengekspresikan pandangannya tentang pemilihan presiden.
Hekmatyar juga mengulangi kritiknya terhadap kesepakatan yang diperantarai AS dalam rivalitas pemilihan presiden 2014, antara Presiden Ashraf Ghani saat ini dengan Chief Executive Officer (CEO) Abdullah Abdullah – yang menyebabkan terbentuknya NUG di Kabul.
Hekmatyar bersumpah untuk mendukung NUG untuk membawa perdamaian dan stabilitas di negara tersebut.[IZ]