WASHINGTON, (Panjimas.com) – Dewan Keamanan PBB baru-baru ini mengeluarkan sebuah pernyataan yang mengecam tindak kekerasan yang telah menyebabkan lebih dari 607.000 Muslim Rohingya terpaksa melarikan diri dari Rakhine, Myanmar.
China menolak menyetujui resolusi DK PBB serupa yang didukung oleh A.S., Inggris dan Prancis Senin malam (06/11).
Resolusi Dewan Keamanan PBB akan membawa bobot hukum yang lebih besar terhadap Myanmar namun diveto oleh China, satu dari lima anggota tetap Dewan Keamanan.
Pernyataan DK PBB tersebut mendesak pemerintah Myanmar untuk memastikan tidak ada lagi penggunaan kekuatan militer secara berlebihan di negara Rakhine” dan meenuntut pemerintah dan Militer Myanmar untguk menghormati hak-hak asasi manusia.
Resolusi DK PBB juga menyuarakan “keprihatinan serius” atas pelanggaran-pelanggaran hak asasi manusia terhadap Muslim Rohingya oleh pasukan Militer Myanmar, termasuk “penggunaan kekerasan secara sistematis dan intimidasi, pembunuhan terhadap laki-laki, perempuan dan anak-anak, kekerasan seksual dan … penghancuran dan pembakaran rumah-rumah serta properti”, dilansir dari Anadolu.
Sejak 25 Agustus, sekitar 607.000 penduduk Rohingya telah menyeberang dari negara bagian Myanmar, Rakhine ke Bangladesh.
Para pengungsi Rohingya terpaksa melarikan diri dari operasi militer brutal di mana pasukan keamanan dan gerombolan ektrimis Buddha membunuh laki-laki, perempuan dan anak-anak, menjarah rumah-rumah dan membakar desa-desa-desa Muslim Rohingya.
Berbicara pada bulan September, Menteri Luar Negeri Bangladesh Abul Hasan Mahmood Ali mengatakan sekitar 3.000 orang Rohingya dibantai dalam tindakan keras Militer Myanmar.
DK PBB juga mendesak akses penuh untuk organisasi-organisasi kemanusiaan ke wilayah Rakhine dan dikembalikannya penduduk Rohingya ke rumah-rumah mereka.
Perwakilan Tetap Prancis untuk PBB, Francois Delattre mengatakan kepada para wartawan bahwa pernyataan tersebut mengirim sebuah “pesan yang kuat dan bulat untuk mengakhiri pembersihan etnis yang terjadi di depan mata kita di Myanmar”.
Jonathan Allen, Perwakilan Tetap Inggris untuk PBB, mengatakan bahwa Dewan Keamanan telah memberikan “pesan yang jelas dan kuat” kepada Myanmar.
Allen menambahkan bahwa DK PBB mendesak agar pemerintah Myanmar melaksanakan rekomendasi dari Komisi Penasehat PBB.
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menuding Myanmar mengizinkan pasukan militernya untuk terlibat dalam operasi pembersihan etnis terhadap Muslim Rohingya.
Badan-Badan bantuan kemanusiaan telah memperingatkan bahwa ada kekhawatiran nyata bahwa anak-anak yang rentan tersebut dapat menjadi korban-korban pelecehan ataupun perdagangan manusia.
Para pengungsi Rohingya melarikan diri dari operasi militer di Myanmar di mana tentara dan gerombolan ektrimis Buddha membunuh laki-laki, perempuan dan anak-anak Rohingya, menjarah rumah-rumah mereka dan membakar desa-desa Muslim Rohingya.
Sejak 25 Agustus lalu, saat Militer melancarkan operasi brutalnya terhadap penduduk Rohingya, 607.000 penduduk Rohingya terpaksa menyeberang dari negara bagian Rakhine menuju ke wilayah Bangladesh, menurut Badan Pengungsi PBB, UNHCR.
Ini adalah gerakan “terbesar dan tercepat” dari populasi sipil di Asia sejak tahun 1970an, demikian pernyataan PBB.
Beberapa pakar PBB beberapa pekan lalu mengeluarkan pernyataan bersama yang mendesak pemerintah Myanmar untuk menghentikan “semua kekerasan terhadap minoritas Muslim Rohingya dan menghentikan penganiayaan yang sedang berlangsung serta berbagai pelanggaran hak asasi manusia yang serius”.
Seruan yang dibuat oleh 7 pelapor khusus PBB yang menangani hak asasi manusia tersebut muncul di laman situs resmi Kantor Komisaris Tinggi Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa (OHCHR).
Pakar PBB menyatakan terdapat berbagai tuduhan yang kredibel atas pelanggaran hak asasi manusia dan pelanggaran serius. Para ahli juga mengatakan Myanmar harus memberikan “akses kemanusiaan secara bebas” kepada organisasi internasional untuk membantu pengungsi di internal Rakhine.
Pernyataan bersama tersebut juga menyebutkan bahwa pelanggaran hak asasi manusia itu mencakup pembunuhan di luar hukum, penggunaan kekerasan, perlakuan sewenang-wenang dan perlakuan sewenang-wenang yang berlebihan, kekerasan seksual dan berbasis gender, dan penculikan paksa, “serta pembakaran dan penghancuran lebih dari 200 desa-desa Rohingya dan puluhan ribu rumah “.
Secara keseluruhan, lebih dari 800.000 pengungsi Rohingya sekarang diyakini berada di Bangladesh.[IZ]