Jakarta (Panjimas.com) – Majelis Ulama Indonesia (MUI) Komisi Hukum dan Perundang-undangan menegaskan, melarang ibadah qurban dan shalat Jum’at di perusahaan, jelas-jelas merupakan pelanggaran yang sangat serius. Karena itu jangan ada arogansi dari pemilik atau pemimpin perusahaan untuk melarang seseorang atau karyawan untuk menjalankan syariat agamanya di lingkungan perusahaannya.
“Negara telah menjamin warga negara Indonesia untuk menjalankan agamanya. Melarang karyawan untuk shalat Jum’at atau melaksaan pemotongan hewan quran di lingkungan perusahaan, jelas-jelas termasuk penodaan atau penistaan agama. Pelarangan itu bisa dijerat hukum pidana,” kata H. Iksan Abdullah dari Komisi Hukum dan Perundang-undangan Majelis Ulama Indonesia (MUI) saat jumpa pers di Gedung MUI, Jakarta, Selasa (3/4/2018) siang.
Lebih jauh Iksan Abdullah menjelaskan, justru sangat efesien dari segi waktu, jika perusahaan menyediakan tempat ibadah bagi karyawan muslim, khususnya untuk pelaksaan shalat Jum’at.
Iksan Abdullah juga menilai, pemecatan terhadap sejumlah karyawan PT. Sariyunika Jaya yang berlokasi di Jalan Leuwigajah, Kota Cimahi, Jawa Barat itu, sebagai pemutusan hubungan kerja yang tidak sah, karena tidak ada legal standingnya. Terlebih hingga sekarang, beberapa karyawan yang dipecat belum menerima Surat Keputusan (SK) dari pihak perusahaan. Hanya sebatas lisan.
MUI mendesak Oey Han Bing selaku Direktur PT Sariyunika Jaya agar mengembalikan hak-hak karyawan yang dipecatnya untuk kembali bekerja di perusahaan yang bergerak di bidang tekstil tersebut.
Atas kasus penistaan agama ini, MUI Pusat berusaha untuk melakukan koordinasi dengan pihak MUI Jawa Barat untuk menyelesaikan permasalahan ini. Termasuk melaporkan kepada pihak aparat penegak hukum untuk segera memproses kasus penistaan agama yang menimpa Oey Huei Beng alias Mei bersama suaminya Albert Wijaya dan putranya Arnold serta perwakilan dari sembilan orang karyawan PT Sariyunika Jaya.
Kedatangan keluarga muallaf asal Tionghoa, Ibu Oey Huei Beng beserta keluarga dan perwakilan karyawannya ke MUI Pusat, hendak melakukan pengaduan atas penistaan/penodaan agama yang dilakukan oleh Oey Han Bing yang telah menghalang-halangi karyawannya untuk menjalankan qurban dan shalat jumat di lingkungan perusahaannya. Mereka berharap MUI menangani permasalahan yang menimpanya.
Oey Huei Beng, seorang ibu dan muallaf asal Tionghoa ini memohon agar MUI dapat memproses pengaduan penistaan/penodaan agama, agar tidak ada lagi pihak lain yang dirugikan dan kehilangan pekerjaannya, hanya karena menjalankan agamanya, dalam hal ini ibadah qurban dan shalat jumat di perusahaan tekstil tersebut.
“Kami juga meminta MUI menerbitkan pernyataan sikap atau fatwa terhadap tindakan Sdr. Oey Han Bing yang merupakan suatu perbuatan penistaan atau penodaan agama.”
Oey Huei Beng mendesak agar kakak kandungnya, Oey Han Bing selaku Direktur PT Sariyunika Jaya untuk memperkerjakan kembali satpam/security yang diberhentikan secara sepihak. Seperti diketahui, karyawan yang bekerja di PT Sariyunika Jaya berjumlah sekitar 450 orang.
Ironisnya lagi, sang kakak Oey Han Bing, kabarnya sedang menjalani masa hukumannya di Rumah Tahanan di Jawa Barat.
“Tapi Oey Han Bing itu malah berada di luar penjara, meski telah dijerat pidana. Jadi, Oey Han Bing melakukan pemecatan secara lisan saat berada di dalam penjara. Saya dan sejumlah karyawan bahkan diintimidasi olehnya agar tidak melaporkan perkara ini ke pihak manapun,” kata Ibu Oey Huei Beng yang telah dizalimi kakaknya yang masih non-muslim. (ass)