BEIRUT, (Panjimas.com) — Hamas menegaskan bahwa Amerika Serikat (AS) sedang berupaya menghasut kekerasan di kamp-kamp pengungsi Palestina di Libanon dalam upaya untuk menerapkan rencana perdamaian Timur Tengah yang kontroversial yang dikenal sebagai “Kesepakatan Abad Ini”, pungkas Ali Baraka, perwakilan Hamas di Lebanon, Jumat (09/11).
Ali Baraka mengutuk kekerasan antara faksi-faksi Palestina baru-baru ini di kamp pengungsi Mieh Mieh Libanon Selatan, dikutip dari Anadolu.
Pada 16 Oktober, setidaknya sembilan orang tewas – dan belasan lainnya terluka – ketika bentrokan meletus di kamp antara, Fatah dan Ansar Allah.
Menurut Ali Baraka, insiden semacam itu hanya menguntungkan Kesepakatan yang didukung AS, yang bertujuan menghilangkan hak bernegara bangsa Palestina dan hak para pengungsi untuk kembali ke Palestina.
Istilah “Kesepakatan Abad Ini” atau Deal of The Century mengacu pada rencana proses perdamaian Timur Tengah yang digagas AS, yang rinciannya belum dipublikasikan.
Presiden Palestina Mahmoud Abbas telah menolak rencana perdamaian, yang, disebut-sebut, “mengabaikan masalah Yerusalem dan pengungsi, memungkinkan Israel untuk mempertahankan pemukiman ilegal, dan memberi Israel keunggulan dalam isu-isu terkait keamanan” .
Menurut Ali Baraka, setelah mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel, pemerintah AS telah beralih ke “fase kedua” kesepakatan, yakni untuk menyangkut pembatalan hak pengungsi untuk kembali ke Palestina.
“Setelah Washington menghentikan pendanaan UNRWA [badan PBB untuk pengungsi Palestina], AS mulai menabur hasutan di antara faksi Palestina, mendorong mereka saling bertempur di kamp-kamp Libanon,” jelasnya.
Dia menambahkan: “Bentrokan baru-baru ini di kamp pengungsi Mieh Mieh Libanon, misalnya, adalah sarana untuk menghancurkan kamp dan menggusur rakyatnya.”
Baraka mendesak semua faksi Palestina untuk “berhati-hati dan sadar akan jebakan yang telah dipasang AS di kamp-kamp pengungsi Libanon”.
Dia juga meminta Beirut untuk “mendukung para pengungsi Palestina dan meningkatkan koordinasi Libanon-Palestina untuk mencegah berbagai pelanggaran keamanan”.
“Kekerasan seperti itu hanya melayani proyek AS, yang ingin agar para pengunggsi Palestina tidak pernah kembali ke Palestina.” Pengungsi yang dimaksud adalah orang Palestina terusir dari Palestina ketika Israel merebut tanah mereka pada 1948 saat mendirikan negara Israel.
Untuk diketahui, Libanon saat ini menampung sekitar 400.000 pengungsi Palestina di 12 kamp yang terletak di seluruh negeri, di mana bentrokan bersenjata terjadi secara sporadis.[IZ]