(Panjimas.com) – Pertanyaan ke-3: Al-Lajnah ad-Da’imah lil al-ifta’ ditanya: “Seorang wanita ketika melahirkan bayi laki-laki ataupun perempuan, lalu Selama dalam asuhannya, bayi itu selalu bersamanya dan tidak mau berpisah dengannya.bayi itu bisa duduk dalam pangkuannya, terkadang air kencingnya mengenai bajunya, maka Apakah yang harus dilakukan pada saat itu? Dan apakah dalam hal tersebut ada hukum khusus bagi air kencing bayi laki-laki dan hukum khusus bagi perempuan dari sejak kelahiran hingga berumur dua tahun atau lebih? Inti pertanyaan ini khusus ditinjau dari thaharah dan shalat, serta ditinjau dari Repotnya mengganti pakaian setiap waktu?”
Jawaban: Air kencing bayi laki-laki (yang mengenai pakaian) cukup diperciki dengan air selama dia belum mengonsumsi makanan. Lalu jika bayi lelaki itu telah mengonsunsi makanan (selain ASI), maka pakaian yang terkena air kencing itu harus dicuci. Sedangkan jika bayi itu perempuan, maka (pakaian yang terkena) air kencingnya harus dicuci secara mutlak, baik dia sudah mengonsumsi makanan ataupun belum.
Ketetapan ini bersumber dari hadits yang dikeluarkan oleh Al Bukhari, Muslim, Abu Dawud dan lain-lainnya dan lafaznya adalah pemilik Abu Dawud-. Sungguh Abu Daud telah mengeluarkan hadits ini dalam kitab sunannya dengan sanadnya dari Ummu Qais binti Mihshan,
أنها أتت بابنلهاصغىرلم يأکل ااطعام إلي رسول الله،فأجلسه في حجر ه فبال في ثو به،فد عا بما ء فنضحه ولم يغسله.
“Bahwa dia datang dengan membawa bayi laki-lakinya yang belum mengonsumsi makanan kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, Kemudian beliau Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, mendudukkan bayi itu di pangkuannya,lalu bayi itu kencing pada pakaian beliau,maka beliau meminta agar diambilkan air,lalu memerciki pakaian itu(dengan air) tanpa mencucinya.”
Abu Dawud dan Ibnu Majah meriwayatkan dari rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam,bahwa beliau bersabda,
يغثل من بول الجا ر ية ويرش من بو ل الغلاام.
“(Pakaian yang terkena najis itu )harus dicuci disebabkan air kencing bayi perempuan,dan cukup di perciki disebabkan air kencing bayi laki-laki.”
Dalam riwayat lain milik Abu Dawud,
يغسل من بو ل الجا ر ية وينضح من بول الغلا م لم يطعم.
“(Pakaian yang terkena najis itu) harus dicuci sebabkan air kencing bayi perempuan, dan cukup diperciki(air) disebabkan air kencing bayi laki-laki selama belum mengonsumsi makanan.” [DP]
Buku: Fatwa Fatwa tentang Wanita