JAKARTA (Panjimas.com) – Pusat HAM Islam Indonesia (PUSHAMI) menilai pernyataan politikus Kristen dari PDIP, Trimedya Panjaitan yang akan menghapus Perda Syariah karena mengganggu kemajemukan sebagai pelecehan bagi Islam.
Bahkan, pernyataan Trimedya Panjaitan yang juga menjabat Ketua Tim Hukum dan Advokasi pasangan Capres dan Cawapres Joko Widodo-Jusuf Kalla (Jokowi-JK) bisa memicu kekerasan lantaran telah konfrontatif menyerang Islam.
“Pernyataan politikus PDIP Trimedya Panjaitan melecehkan Islam. Trimedya Panjaitan ngga usah turut campur masalah syariat Islam, urus aja agamanya sendiri! Pernyataan Trimedya ini bisa memicu kekerasan agama karena konfrontatif menyerang Islam,” kata Direktur Pengkajian dan Kebijakan Publik Pusat HAM Islam Indonesia (PUSHAMI), Jaka Setiawan kepada jurnalis Panjimas.com di Jakarta, Kamis (5/6/2014).
Menurut Jaka, tak sepantasnya seorang pakar hukum seperti Trimedya berbicara demikian, dimana seharusnya semua pihak bisa menjaga kondusifitas Pemilu Presiden yang akan berlangsung.
“Dia kan katanya pakar hukum, tempuh dengan jalur hukum kalau bertentangan. Ngga usah konfrontatif dengan Islam. Harusnya kita jaga kondusifitas Pemilu agar tetap positif, kedepankan visi-misi,” imbuhnya.
PUSHAMI pun mengecam sikap-sikap PDIP yang selama ini cenderung menyerang Islam. Bahkan patut diduga bila di dalam tubuh PDIP sendiri berisi orang-orang kafir harbi dan munafik.
“Kemarin Masjid diinteli, sekarang syariat Islam di tentang. Kalau dalam Al-Qur’an PDIP ini banyak didukung orang munafik dan Kafir Harbi, salah satunya Trimedya ini. Yang Muslim di PDIP kalau dalam Al-Qur’an terbagi 2 ada yang jadi Muslim Dzimmi yang lainnya jadi orang munafik,” pungkasnya.
Untuk diketahui, Tim Hukum dan Advokasi pasangan Capres dan Cawapres Joko Widodo-Jusuf Kalla, Trimedya Panjaitan menegaskan jika Jokowi memenangkan Pemilu 2014 maka Perda Syariah akan dihapus.
Politikus Kristen dari PDIP itu mengatakan, perda berbasis syariat Islam ini bisa mengganggu kemajemukan NKRI. “Ke depan kami berharap perda syariat Islam tidak ada. Ini bisa mengganggu kemajemukan karena menciptakan pengotak-ngotakan masyarakat,” terangnya. [AW]