SOLO (Panjimas.com) – Tahun baru Islam atau tahun baru Hijriyah kerap kali diisi dengan serangkaian acara dari kaum Muslimin yang ternyata jauh dari tuntunan Islam dan tak jauh beda dengan perayaan tahun baru Masehi yang merupakan tradisi dan budaya orang-orang Kafir.
Bahkan tak sedikit pula masyarakat Muslim yang ramai dan gegap gempita merayakan tahun baru Hijriyah, namun hari esok atau kedepannya, gaya hidup dan perilaku sehari-harinya tidak lebih baik dari hari yang lalu, atau bahkan lebih buruk dari hari yang kemarin sudah dilalui.
Pada momen tahun baru Hijriyah 1436 ini, Yayasan Nurul Hayat Solo Jawa Tengah (Jateng) mengadakan pengajian akbar bertema “Semangat Hijrah Menuju Indonesia Berkah” di Masjid Baitul Makmur Solo Baru, Sukoharjo, Jateng pada Ahad (9/11/2014) pagi hingga menjelang sholat dhuhur.
Dalam kesempatan itu, panitia menghadirkan pembicara dari mantan artis nasional, ustadz Salman Al Jugjawy alias Sakti eks gitaris Sheila On 7 (So7). Acara dimulai dengan pembacaan tahfidz Al Qur’an dari anak didik Yayasan Nurul Hayat Solo dan juga Penyaluran Beasiswa “Sayang” (Sahabat yatim Cemerlang) oleh panitia.
Waktu menunjukkan pukul 10 pagi kurang sedikit, acara inti berupa taushiyah dari Sakti dimulai. Dalam penyampaiannya, Sakti lebih banyak berbagi kisah hijrahnya dari segala macam bentuk kemaksiatan saat dirinya masih hidup glamor menjadi gitaris So7, hingga menuju ketaatan kepada Allah SWT semata.
Sakti bercerita bahwa perubahan besar hidupnya dimulai ketika dirinya dan band-nya melakukan konser ke Surabaya dan Denpasar. Saat itu, ada seseorang yang dianggapnya faham agama mengajaknya ke masjid untuk beristirahat dan sharing tentang berbagai persoalan hidup.
Singkat cerita, dari obrolan singkat itulah dia mulai merasakan takut akan kematian dan berpikir untuk mencari bekal sebanyak-banyaknya di akhirat nanti. “Salah satu tanda orang itu akan menemukan cahaya hidayah dalam hidupnya adalah ketika dia merasakan takut akan kematian,” kata Sakti.
“Setelah itu, dia akan berpikir terus bagaimana sangu (bekal –red) yang bisa ia bawa untuk kehidupan akhirat nanti. Karena setiap orang itu pasti butuh bekal yaa. Tadi itu saya dari Jogja menuju Solo inikan juga bawa bekal, lebih jauh lagi kita bepergian pastinya juga membutuhkan bekal yang cukup banyak. Lha jika yang jaraknya dekat aja kita butuh bekal, lalu gimana bekal kita diakhirat nanti yang jauh itu, masya Allah,” jelasnya.
Dari kisah hijrahnya tersebut, ia menyimpulkan bahwa sebaik-baik orang yang berhijrah adalah yang bisa menjaga keimanannya dan bermanfaat bagi orang lain. “Mukmin yang benar menurut Qur’an itukan ada 3, beriman tanpa ragu, berhijrah dan berjihad fie sabilillah, subhanallah,” ucapnya dengan senyum.
“Selain itu, orang yang sungguh-sungguh berhijrah itu ia selalu menjaga ibadahnya. Namun hal ini tidak cukup, ia juga masih punya tanggung jawab untuk mengajak orang lain kepada kebaikan dan ketaatan kepada Allah. Sebab, ibadah hanya untuk dirinya saja, sedangkan mengajak orang lain kepada kebaikan adalah yang utama. Maka mulai detik ini saya harap, masyarakat bisa berhijrah dengan hijrah yang hakiki,” tandasnya. [GA]