JAKARTA (Panjimas.com) – Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Mahfud MD menilai langkah pemerintah melalui Kemenkominfo yang memblokir 19 (sebelumnya ditulis 22) situs media Islam tidaklah tepat. Menurutnya, pemerintah tidak bisa sewenang-wenang menutup situs tersebut tanpa ada putusan dari pengadilan negeri.
“MK kan sudah pernah memutuskan ini. Ndak bisa asal langsung diblokir atau ditutup kalau ndak ada izinnya dari pengadilan”, tegas Mahfud ketika ditemui para wartawan di Gedung DPR RI Senayan Jakarta, pada Selasa (31/3/2015). (Baca: Sambangi Kemenkominfo, Perwakilan Media Islam Protes Soal Pemblokiran Sepihak Atas Perintah BNPT)
Mahfud menjelaskan, pemblokiran yang dilakukan oleh pemerintah sama saja telah memutus informasi yang dibutuhkan oleh masyarakat luas. Karena itu menurut Mahfud, situs-situs media dan dakwah Islam tersebut sama fungsinya dengan media pemberitaan.
“Ini sama saja melanggar hak warga negara untuk menyampaikan informasi dan menerima informasi. Bahwa pelarangan setiap hak, harus terlebih dahulu lewat izin pengadilan. Bukan cuma untuk media-media Islam. Semua jenis media. Harus izin pengadilan,” tandasnya.
Seperti diberitakan Panjimas.com sebelumnya, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) melakukan pembredelan terhadap situs-situs pemberitaan media Islam. Pemblokiran itu atas permintaan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) lantaran dicurigai menyebarkan paham radikal. (Baca: Innalillahi, Rezim Jokowi Bunuh Kebebasan Pers dengan Membredel Media Islam)
19 website internet itu antara lain arrahmah.com, voa-islam.com, ghur4ba.blogspot.com, panjimas.com, thoriquna.com, dakwatuna.com, kafilahmujahid.com, an-najah.net, muslimdaily.net, hidayatullah.com, salam-online.com, aqlislamiccenter.com, kiblat.net, dakwahmedia.com, muqawamah.com, lasdipo.com, gemaislam.com, eramuslim.com dan daulahislam.com.
Pembredelan sejumlah situs Islam tersebut jelas melanggar kebebasan pers, sebagaimana diatur Undang Undang Pers No 40 Tahun 1999 pasal 4.
- Kemerdekaan pers dijamin sebagai hak asasi warga negara.
- Terhadap pers nasional tidak dikenakan penyensoran, pembredelan atau pelarangan penyiaran.
- Untuk menjamin kemerdekaan pers, pers nasional mempunyai hak mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi.
- Dalam mempertanggungjawabkan pemberitaan di depan hukum, wartawan mempunyai Hak Tolak.
Jika hal ini dibiarkan, maka umat Islam akan kembali ke zaman Orde Baru (Orba), di mana kebebasan pers khususnya kebebasan media Islam dalam berdakwah dan mensyiarkan agama dibungkam oleh rezim yang berkuasa. [GA]