JAKARTA (Panjimas.com) – Aliansi Jurnalis Independen (AJI) menjelaskan bahwa dari 37 kasus kekerasan terhadap jurnalis dan wartawan sejak 3 Mei 2014 hingga 3 Mei 2015, pelaku kekerasan terbanyak adalah aparat kepolisian yaitu sebanyak 11 kasus.
Menurut AJI, pihaknya selama ini telah mendorong agar kasus-kasus itu diungkap secara terbuka, tetapi tidak ada satu pun pelaku kekerasan dari pihak kepolisian yang diadili dalam rentang waktu tersebut.
Ketua Umum (Ketum) AJI, Suwarjono mengatakan, dirinya khawatir apabila pelaku kekerasan dari pihak kepolisian tidak pernah diadili, maka akan memberi kesempatan kepada kelompok masyarakat lain yang merasa dirugikan oleh pemberitaan media, akan mengikuti apa yang dilakukan polisi.
“Karena mereka merasa tidak ada hambatan bila melakukan kekerasan,” kata Suwarjono, pada Minggu (3/5/2015) sore.
Pernyataan sikap AJI ini juga dibacakan saat peringatan Hari kemerdekaan pers 2015 yang digelar di Taman Menteng, Jakarta Pusat, pada Minggu (3/5/2015) pagi. Dalam acara itu, AJI mengatakan pihaknya menetapkan “kepolisian sebagai musuh kebebasan pers 2015”.
Kasus Demo di Makasar
Dokumen AJI menyebutkan, sepanjang 3 Mei 2014 hingga 3 Mei 2015, ada 11 kasus kekerasan terhadap wartawan yang pelakunya aparat kepolisian, dari 37 kekerasan secara keseluruhan. “Dari semua kekerasan ini, polisi paling dominan,” jelas Suwarjono.
Pelaku kekerasan lainnya adalah orang tidak dikenal, satuan penagamanan dan massa, serta berbagai macam profesi. Menurutnya, salah-satu aksi kekerasan terbesar yang dilakukan aparat kepolisian terhadap 11 orang wartawan adalah saat liputan unjuk rasa di Makasar pada 2014 lalu.
“Hingga kini tidak ada satu pun pelaku dari kepolisian yang diproses (hukum), padahal fakta dan buktinya cukup kuat,” tegasnya.
Sementara itu, Mabes Polri mengatakan jika pihaknya akan melakukan proses hukum terhadap aparat kepolisian yang melakukan kekerasan terhadap jurnalis dan wartawan asal disertai bukti-bukti.
“Kepolisian juga akan meminta AJI untuk menyerahkan data-data temuannya tersebut untuk ditelusuri. Dan jika ada bukti, pasti ada sanksinya,” kata Kabagpenum Mabes Polri, Kombes Pol Agus Riyanto.
Mabes Polri, menurut Agus meminta agar AJI menyerahkan bukti-bukti dugaan adanya kekerasan oleh aparat kepolisian terhadap wartawan. “Serahkan datanya kepada kami dilengkap dengan bukti-bukti, pasti akan kita tindaklanjuti,” ucapnya.
Sedangkan temuan AJI menyebutkan, sejak tahun 1996, sedikitnya ada delapan kasus kematian jurnalis dan wartawan di Indonesia yang belum diusut oleh kepolisian. [GA/bbc]