YOGYAKARTA, (Panjimas.com) – BNPT melakukan segala cara untuk mewujudkan visi dan misinya diantaranya adalah mencoba “merayu” Muhammadiyah dengan tawaran uang yang sangat besar.
Hal tersebut diungkapkan oleh Mustafa Naharawardaya saat memberikan ceramahnya pada acaraTabligh Akbar bertema “Isu Radikalisme dan Terorisme Alat untuk Menghancurkan Islam” di Masjid Jogokariyan Yogyakarta, Ahad (3/3/2016) siang.
“Waktu itu Kepala BNPT yang lama, Pak Saud Usman, datangi Pak Din Syamsudin yang saat itu masih Ketua PP. Muhammadiyah. Dia menceramahi Pak Din sampai dua jam, cerita tentang pentingnya deradikalisasi. Nah, setelah capek, Pak Din tanya, ‘sudah pak?’ Lalu beliau bilang, ‘Muhammadiyah sudah melakukan deradikalisasi sejak Indonesia belum merdeka, sejak Anda belum lahir,'” kisah Tofa.
Sambung dia, “Saya masih ingat banget karena waktu itu saya diminta mendampingi beliau (Din, red). Waktu itu Pak Saud bilang, biayanya berapa nanti saya sediakan, semua biaya akan kami tanggung. Lalu Pak Din menjawab, ‘Maaf, Pak, Muhammadiyah menolak program ini, silakan pulang. Muhammadiyah sudah melakukan deradikalisasi sejak Indonesia belum merdeka. Kalo ada yang radikal di Muhammadiyah, pasti ada penyusup,’ begitu jawab Pak Din waktu itu.”
Selain itu, Mustofa Narawardaya juga menemukan bukti-bukti makar intelijen dalam menyerang Islam demi uang dan kekuasaan.
“Contohnya kasus Jantho Aceh. Mereka awalnya diajak latihan militer untuk persiapan ke Palestina. Lalu datang orang bernama Sufyan Tsauri yang bawa senjata yang ternyata beli dari Brimob. Bahkan kemudiam mereka dilatih di markas Brimob. Lalu foto Santoso mandi di danau beredar, ada di tivi. Siapa yang memfoto? Semua jelas rekayasa,” ungkap dia.
Imbuhnya lagi, “Saya meneliti terorisme sudah lama. Dan setiap saya tanya wartawan, apa pernah lihat baku tembak dalam penangkapan teroris, jawabnya tidak. Tapi berita yang muncul baku tembak.”
Pun ketika dia bertanya pada seorang ibu yang putranya menjadi sasaran kebiadaban Densus 88, “Beliau bilang tak ada baku tembak. Anaknya aja sedang berdzikir waktu ditembak. Sampai ada pecahan tulang kepalanya tertinggal di pojok kamar.”
Kemudian lanjut dia, “Lalu setelah saya tanya kenapa nggak bilang ke wartawan, beliau menjawab katanya disuruh tanda tangan untuk tidak bilang-bilang ke wartawan.”
Melihat makar yang sangat jelas ini, Mustofa sampai melontarkan pernyataan yang “makjleb”.
“Saya yakin, kalo anggaran nggak ada, teroris juga nggak ada!” ucap dia. [IB]