JAKARTA (Panjimas.com) – Prof.Dr. Amin Rais, Politikus senior Partai Amanat Nasional (PAN) dibidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), karena disebut dalam kasus persidangan korupsi alat kesehatan, Siti Fadilah Supari saat menjabat Menteri Kesehatan.
Menanggapi hal itu, Muhammad Hariyadi Nasution, ketua Pusat Hak Asasi Muslim Indonesia (Pushami) menilai seharusnya KPK berani gelar perkara dulu, bukti transfer harus jelas. Sehingga kasus yang memfitnah tokoh Reformasi, Amin Rais tidak membesar tanpa ada bukti yang jelas.
“Pak Amin Rais kan menantang, ayolah buktikan gitu, maka hari ini dia berani datang ke KPK,” katanya pada Panjimas.com, Senin (5/6/2017).
Pushami berharap kasus ini cepat selesai dan tidak membesar. Pria yang akrab disapa Ombat ini, kawatir upaya kriminalisasi Ulama dan umat Islam terus berlanjut menjadi proyek inteligen. KPK seharusnya lebih sigap menyelesaikan kasus korupsi Ahok dibanding kasus alat kesehatan.
“Ini nampaknya terus berlanjut ada beberapa tokoh yang akan lebih heboh. KPK ini juga tumpul ke atas tajam ke bawah, ini KPKnya kekuasaan, coba kasus Ahok lambat dan lemah,” ujarnya.
Ombat merasa saat ini fitnah dan kedholiman terhadap Ulama dan umat Islam mudah disebarkan. Namun demikian, dia tidak pesimis, Allah sebaik pembuat makar dan Allah tidak tidur.
“Fitnah ini gampang digelontorkan, tapi Allah nggak tidur,” tuturnya.
Sebelumnya Amin Rais difitnah menerima gratifikasi Rp.600 juta berdasarkan fakta persidangan dengan terdakwa mantan Menteri Kesehatan, Siti Fadilah Supari. Uang tersebut berasal dari keuntungan perusahaan yang ditunjuk Siti Fadilah untuk pengadaan proyek alat kesehatan di Kementerian Kesehatan.
Nampaknya Amin Rais tidak tinggal diam, keinginan bertemu pimpinan KPK tetap berusaha dilakukan. Hingga hari ini (5/6), utusan Amin Rais, yakni Hanafi Rais didampingi Drajat Wibowo, Politisi PAN harus pulang kembali. Karena pimpinan KPK tetap pada pendirian tidak mau menemui Amin Rais. [SY]