MANILA, (Panjimas.com) — Kongres Filipina pada Rabu (12/12) memutuskan menyetujui perpanjangan darurat militer di Mindanao hingga akhir tahun 2019, seperti dilansir Philstar.
Keputusan ini diambil setelah mayoritas anggota kongres setuju memperpanjang darurat militer di Mindanao.
Total ada 235 anggota kongres yang menyetujui perpanjangan darurat militer, sementara 28 lainnya menolak. Hanya satu suara yang menyuarakan abstain.
Perpanjangan darurat militer ini adalah yang ketiga dilakukan oleh Presiden Rodrigo Duterte.
Pada Akhir 2017, Duterte meminta Kongres untuk memperpanjang darurat militer hingga Mei 2018. Sebelum berakhir, Duterte juga memohon perpanjangan hingga akhir tahun 2018.
Duterte pada Senin (10/12) telah meminta kongres untuk memperpanjang darurat militer di Mindanao.
Dalam suratnya, Duterte mengatakan perpanjangan ini akan memudahkan militer dan kepolisian mengakhiri pemberontakan di Mindanao.
“Perpanjangan ini juga untuk mencegah pemberontakan di negara bagian lainnya,” tandas Duterte.
Duterte mencatat Kelompok Abu Sayyaf, Pejuang Kemerdekaan Islam Bangsamoro (BIFF), Daulah Islamiyah (DI) dan kelompok lainnya terus melakukan perlawanan di wilayah Mindanao.
Sejumlah aktivis HAM di Filipina telah menentang perpanjangan darurat militer di Mindanao.
Organisasi Gerakan Melawan Tirani-Mindanao Utara (MAT-NMR) mengatakan darurat militer di Mindanao yang dimulai Mei 2017 tidak membawa apa pun kecuali ketakutan, pelanggaran hak asasi manusia, dan kehancuran di Mindanao, terutama di kalangan petani, masyarakat adat, dan komunitas Moro.
Dinilai Inkonstitusional
Namun sejumlah senator Filipina menolak proposal perpanjangan darurat militer.
Mereka mengatakan tidak ada dasar konstitusional untuk memperpanjang darurat militer di wilayah Selatan.
Senator Francis Pangilinan dan Grace Poe mendesak militer memberikan bukti bahwa masih ada pemberontakan yang nyata di Mindanao.
“Saya ingin bertanya kepada Angkatan Bersenjata Filipina, apakah masih ada kelompok Maute di sana? Apakah masih ada Daesh di sana,” pungkas Poe seperti dikutip ABC-CBN News.
Pangilinan, yang juga ketua oposisi Partai Liberal, memperingatkan agar tidak memberlakukan undang-undang darurat di wilayah itu selama tahun pemilu.
“Wilayah di bawah kendali militer dapat mempengaruhi kampanye kandidat oposisi dan mereka yang tidak berkoalisi dengan pemerintah,” jelasnya.
Polisi dan militer telah tandatangan
Kepolisian Nasional Filipina dan Militer Filipina telah menandatangani dokumen yang merekomendasikan perpanjangan darurat militer di Mindanao untuk satu tahun lagi, kata Kepala Kepolisian Filipina Oscar Albayalde.
Albayalde mengatakan dia telah menandatangani dokumen itu bersama dengan militer Filipina sebelum disetujui oleh Presiden Duterte.
Namun dia tidak mengatakan apakah telah meneruskan dokumen perpanjangan darurat militer ke Duterte.
Sekretaris Kementerian Dalam Negeri Filipina Eduardo Ano mengatakan rekomendasi perpanjangan darurat militer hanya dikhususkan untuk wilayah Mindanao.
Dia menegaskan tidak ada upaya pemerintah untuk memperluas cakupan darurat militer.
“Tentunya persetujuan ini semua bergantung presiden,” tandasnya.
Darurat militer pertama kali dideklarasikan di Mindanao setelah pasukan Filipina dan milisi kelompok Maute bentrok di Marawi pada Mei tahun lalu.
Meski Duterte menyatakan telah mengambil alih Marawi pada Oktober 2017, darurat militer tetap diberlakukan atas Mindanao.
Duterte lantas memperpanjang darurat militer atas persetujuan kongres pada Februari 2018 yang akan rampung pada akhir tahun.[IZ]