AMMAN, (Panjimas.com) — Sebanyak 180.000 anak-anak terpaksa meninggalkan rumah-rumah mereka dengan sedikit sarana perlindungan, tempat tinggal atau bantuan kemanusiaan, demikian menurut UNICEF, Jumat (06/07).
UNICEF mengatakan pihaknya telah menerima “laporan mengerikan” mengenai situasi Suriah Selatan, termasuk kematian seluruh keluarga di kota Daraa.
Menurut UNICEF, upaya untuk mencapai solusi damai terhadap pertempuran yang sedang berlangsung di sana tampaknya telah gagal.
“Bantuan dan perlindungan kemanusiaan bukanlah suatu hak istimewa atau kemewahan; mereka adalah hak fundamental bagi setiap anak laki-laki dan perempuan Suriah,” pungkas Geert Cappelaere, Direktur Regional UNICEF untuk wilayah MENA (Middle East and North Africa), dalam pernyataannya, dikutip dari Anadolu.
UNICEF mendesak masyarakat internasional untuk meningkatkan upayanya untuk memberikan bantuan kemanusiaan kepada para korban yang paling menderita dari krisis ini.
“Jika kita secara kolektif gagal dalam tugas ini, anak-anak akan terus membayar harga terberat perang, yang terjadi bukan karena sebab mereka,” tandasnya.
Sejak awal 2011, Suriah telah menjadi medan pertempuran, ketika rezim Assad menumpas aksi protes pro-demokrasi dengan keganasan tak terduga — aksi protes itu 2011 itu adalah bagian dari rentetan peristiwa pemberontakan “Musim Semi Arab” [Arab Spring].
Sejak saat itu, lebih dari seperempat juta orang telah tewas dan lebih dari 10 juta penduduk Suriah terpaksa mengungsi, menurut laporan PBB.
Sementara itu Lembaga Pusat Penelitian Kebijakan Suriah (Syrian Center for Policy Research, SCPR) menyebutkan bahwa total korban tewas akibat konflik lima tahun di Suriah telah mencapai angka lebih dari 470.000 jiwa. [IZ]