JAKARTA (Panjimas.NET) – Badan Pengurus Pusat Mahasiswa Pecinta Islam (BPP MPI) menilai, penutupan 19 situs media Islam yang dilakukan secara sepihak oleh Kemenkominfo atas permintaan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) telah melanggar Hak Asasi Manusia (HAM) yang dilindungi oleh Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 tentang Pers dan juga melanggar konstitusi Indonesia.
Selain itu, BPP MPI menegaskan bahwa pembredelan situs media dan dakwah Islam tersebut menunjukkan kebencian dan permusuhan BNPT terhadap umat Islam semakin nyata. (Baca: Mustofa Nahra: Ada Upaya Pembodohan Publik Berdalih Pemberantasan Terorisme Dibalik Penutupan Media Islam)
“Tindakan pemblokiran ini jelas-jelas menandakan permusuhan aparat negara khususnya BNPT kepada umat Islam. Ini sebuah ironi yang terjadi di sebuah negara dengan jumlah Muslim terbesar di dunia,” demikian bunyi rilis BPP MPI yang diterima Panjimas.NET pada Selasa (31/3/2015). (Baca: MPI: Pemblokiran Media Islam Bertentangan dengan UU Pers & Langgar Konstitusi)
“Tindakan pemblokiran ini merupakan ekspresi dari Islamophobia yang dipraktekkan secara nyata oleh aparat negara khususnya BNPT dengan fokus mendikreditkan Islam dan membiarkan paham-paham berbahaya lainnya berkeliaran di negara ini seperti Komunis yang jelas terlarang dalam aturan Undang-Undang dan SEPILIS (Sekulerisme, Pluralisme dan Liberalisme) yang telah jelas difatwakan Sesat oleh Majelis Ulama Indonesia,” jelasnya.
“Pemblokiran ini jelas melanggar hak asasi warga negara khususnya umat Islam di Indonesia. Ini bertentangan dengan Undang-Undang dan Konstitusi yang sering didengung-dengungkan oleh Pemerintah dan BNPT sendiri seperti UU No.40 Tahun 1999 Tentang Pers dan juga Undang-Undang Dasar 1945 yang menjamin kebebasan berpendapat serta berkeyakinan,” tegasnya.
Seperti diberitakan Panjimas.NET sebelumnya, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) melakukan pembredelan terhadap situs-situs pemberitaan media Islam. Pemblokiran itu atas permintaan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) lantaran dicurigai menyebarkan paham radikal. (Baca: Innalillahi, Rezim Jokowi Bunuh Kebebasan Pers dengan Membredel Media Islam)
19 website internet itu antara lain arrahmah.com, voa-islam.com, ghur4ba.blogspot.com, panjimas.com, thoriquna.com, dakwatuna.com, kafilahmujahid.com, an-najah.net, muslimdaily.net, hidayatullah.com, salam-online.com, aqlislamiccenter.com, kiblat.net, dakwahmedia.com, muqawamah.com, lasdipo.com, gemaislam.com, eramuslim.com dan daulahislam.com.
Pembredelan sejumlah situs Islam tersebut jelas melanggar kebebasan pers, sebagaimana diatur Undang Undang Pers No 40 Tahun 1999 pasal 4.
- Kemerdekaan pers dijamin sebagai hak asasi warga negara.
- Terhadap pers nasional tidak dikenakan penyensoran, pembredelan atau pelarangan penyiaran.
- Untuk menjamin kemerdekaan pers, pers nasional mempunyai hak mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi.
- Dalam mempertanggungjawabkan pemberitaan di depan hukum, wartawan mempunyai Hak Tolak.
Jika hal ini dibiarkan, maka umat Islam akan kembali ke zaman Orde Baru (Orba), di mana kebebasan pers khususnya kebebasan media Islam dalam berdakwah dan mensyiarkan agama dibungkam oleh rezim yang berkuasa. [GA]