HOMS, (Panjimas.com) – Rezim Assad dan kelompok oposisi bersepakat dalam melakukan gencatan senjata di Provinsi Homs Suriah Barat. Homs diketahui termasuk dalam satu dari empat zona de-eskalasi yang disepakati dalam perundingan di Astana.
Menurut koresponden Anadolu yang berbasis di Homs, persyaratan gencatan senjata sesuai dengan kondisi yang ditetapkan pada perundingan perdamaian sebelumnya di ibukota Kazakhstan, Astana.
“Kesepakatan itu dibuat sesuai dengan persyaratan gencatan senjata yang ditetapkan di Astana,” jelas Fatih Hassun, perwakilan Homs untuk Komite Negosiasi Tinggi High Negotiations Committee (HNC) yang dipimpin oposisi Suriah.
“Kelompok [oposisi] menandatangani kesepakatan gencatan senjata dengan persetujuan HNC,” pungkas Hassun kepada Anadolu Ajensi.
Oposisi dan perwakilan Rusia (yang terakhir berbicara atas nama rezim Assad) menyepakati persyaratan kesepakatan gencatan senjata tersebut pada hari Kamis malam di kota Dar-al-Kabuhi, Provinsi Homs yang dikendalikan oposisi.
Menurut perjanjian tertulis, salinan yang diperoleh Anadolu, gencatan senjata akan memungkinkan konvoi bantuan ke daerah tersebut untuk memberikan bantuan kemanusiaan yang sangat dibutuhkan.
Perwakilan oposisi di Dar al-Kabirah juga menyerahkan sebuah daftar ke Rusia termasuk nama sekitar 12.000 tahanan yang mereka sebut kini dipenjarakan oleh rezim Assad.
Selama lima tahun terakhir, sekitar 250.000 warga sipil di pedesaan bagian utara Homs tetap dikepung oleh pasukan rezim Assad.
Pada perundingan damai di Astana pada awal Mei lalu, kawasan tersebut dinyatakan sebagai zona de-eskalasi militer oleh negara-negara penjamin seperti Turki, Rusia dan Iran.
Pada bulan Agustus, Rusia telah mengumumkan bahwa sebuah kesepakatan gencatan senjata disepakati di Homs antara rezim Assad dan kelompok oposisi bersenjata.
Free Syrian Army (FSA), bagaimanapun, menolak kesepakatan itu, dengan mengatakan bahwa hanya satu kelompok oposisi tunggal “yang memiliki sedikit pengaruh” yang telah menandatangani kesepakatan dengan rezim Assad.[IZ]