MOSKOW, (Panjimas.com) – Kerja sama teknis-militer antara Rusia dan Arab Saudi tidak ditujukan terhadap negara ketiga, demikian pernyataan juru bicara Kremlin, Jumat (06/10).
“Tidak diragukan lagi, masalah ini adalah kerjasama yang sensitif. Kerja dalam isu-isu ini akan berlanjut,” kata Dmitry Peskov seperti dikutip oleh kantor berita resmi Rusia, TASS.
Peskov mengatakan bahwa kerja sama antara Moskow dan Riyadh ditujukan demi kepentingan kedua negara dan juga menjaga stabilitas dunia.
“… tentu saja, ini tidak ditujukan terhadap pihak ketiga manapun dengan cara apapun. Oleh karena itu, setiap pernyataan yang menjadi perhatian dalam hal ini, kami anggap tidak berdasar,” imbuhnya.
Raja Arab Saudi Salman bin Abdulaziz al-Saud pekan lalu melakukan kunjungan kenegaraan pertamanya ke Moskow selama 3 hari, di mana Ia bertemu dengan Presiden Rusia Vladimir Putin, Kamis (05/10).
Kedua pemimpin membahas berbagai isu hubungan bilateral dan prospek untuk meningkatkan kerja sama dalam perdagangan, ekonomi dan investasi. Keduanya juga bertukar pandangan mengenai perkembangan internasional.
Wakil Perdana Menteri Rusia Dmitry Rogozin mengatakan pada hari Kamis bahwa Arab Saudi tertarik untuk membeli sistem rudal pertahanan S-400, Rogozin menambahkan perundingan telah berlangsung, namun belum ada keputusan akhir.
S-400 adalah sistem rudal anti-pesawat jarak jauh Rusia yang paling mutakhir dan dapat membawa 3 jenis rudal yang mampu menghancurkan sasaran termasuk rudal balistik dan jelajah.
S-300 dapat melacak dan melibatkan hingga 300 target pada waktu yang sama dan mengawasi area langit dengan ketinggian sekitar 27 kilometer (17 mil).
Isu Energi dan Kawasan
Raja Salman bertemu dengan Presiden Rusia Vladimir Putin pada hari Kamis (05/10). Kedua pemimpin membahas perluasan produksi minyak menjelang pertemuan organisasi negara minyak OPEC pada bulan November mendatang, dikutip dari Daily Sabah.
OPEC dan beberapa negara produsen minyak non-anggota lainnya, termasuk Rusia, telah sepakat untuk mengurangi produksi minyak mentah yang telah membantu menopang harga minyak dunia.
Pada hari Rabu (04/10) Putin menegaskan perpanjangan kesepakatan OPEC dimungkinkan dan hal itu bisa bertahan “setidaknya sampai akhir 2018”.
OPEC dan sekutunya sepakat mulai awal 2017 untuk memangkas produksinya sekitar 1,8 juta barel per hari selama enam bulan. Kemudian akan diperpanjang sampai Maret 2018.
Riyadh harus memangkas subsidi dan menunda proyek-proyek besar sejak harga minyak mentah turun pada pertengahan 2014, dan Raja Salman terus berupaya mengendalikan output untuk meningkatkan harga minyak dunia.
Raja Salman juga dijadwalkan bertemu dengan Perdana Menteri Dmitry Medvedev pada hari Jumat (06/10) sebelum meninggalkan Rusia pada hari Sabtu (07/10).
Menteri Energi Rusia Alexander Novak saat berbicara dengan kantor berita TASS pada hari Rabu, mengatakan bahwa Arab Saudi menginvestasikan $1 miliar dollar ke proyek energi di Rusia meskipun Novak tidak memberikan rincian lebih lanjut atau menyebutkan apakah kesepakatan tersebut akan ditandatangani selama kunjungan Raja Salman ke Moskow.
Surat kabar Vedomosti melaporkan pada hari Rabu (04/10) bahwa Dana Kedaulatan Arab Saudi (Saudi Arabia’s sovereign fund) juga mengincar investasi ke dalam proyek jalan tol di Moskow, yang akan menjadi yang pertama kalinya bagi ibukota Rusia itu.
Sementara mereka adalah mitra di pasar minyak, dalam front kebijakan luar negeri, Moskow dan Riyadh berada di sisi yang saling berlawanan terkait konflik Suriah, dengan Rusia mendukung rezim Assad sementara Arab Saudi mendukung kubu oposisi.
Kremlin mengatakan menjelang kunjungan tersebut bahwa Salman dan Putin akan membahas “situasi di Timur Tengah dan Afrika Utara, terutama yang memfokuskan situasi konflik di wilayah ini.”
Keduanya juga akan membahas soal Yaman, di mana pasukan koalisi pimpinan Saudi telah mengebom pemberontak Syiah Houthi sejak tahun 2015, dan tindakan tersebut mendapat kritik dari Moskow.[IZ]