PANJIMAS.COM – Syahid itu merupakan kedudukan yang tinggi lagi mulia, bahkan ia memiliki tingkatan-tingkatan. Para ulama telah membaginya lebih dari satu bagian, dan mereka menggunakan istilah tertentu untuk setiap bagiannya. (Baca: Mikroba dan Jasad para Syuhada (1) )
Pertama: Syahid Dunia dan Akhirat
Yaitu orang mati syahid dalam pertempuran, disebut juga dengan syahadah kubra (syahid yang besar). Tingkatan ini mutlak untuk orang yang terbunuh dalam peperangan melawan orang-orang kafir, dalam keadaan maju dan tidak mundur, dan mereka berjihad untuk meninggikan kalimat Allah dan merendahkan kalimat orang-orang kafir serta tidak memiliki tujuan dunia. Mereka itulah orang-orang yang disifati Allah, bahwa mereka itu hidup dan mendapat rezeki.
وَلَا تَحْسَبَنَّ الَّذِينَ قُتِلُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ أَمْوَاتًا بَلْ أَحْيَاءٌ عِنْدَ رَبِّهِمْ يُرْزَقُونَ
”Janganlah kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah itu mati; bahkan mereka itu hidup di sisi Rabbnya dengan mendapat rezki.”(QS. Ali Imran: 169)
Karomah berupa tidak terurainya jasad oleh microba dan serangga itu khusus untuk orang yang mati syahid jenis ini, tanpa mengurangi pahala orang yang mati syahid pada tingkatan yang lain. Allah Tabaraka wa Ta’ala telah menyediakan seratus tingkatan Jannah untuk para mujahid, Rasulullah SAW bersabda,
إِنَّ فِي الْجَنَّةِ مِئَةَ دَرَجَةٍ أَعَدَّهَا اللَّهُ لِلْمُجَاهِدِينَ فِي سَبِيلِ اللهِ مَا بَيْنَ الدَّرَجَتَيْنِ كَمَا بَيْنَ السَّمَاءِ وَالأَرْضِ فَإِذَا سَأَلْتُمُ اللَّهَ فَاسْأَلُوهُ الْفِرْدَوْسَ فَإِنَّهُ أَوْسَطُ الْجَنَّةِ وَأَعْلَى الْجَنَّةِ أُرَاهُ فَوْقَهُ عَرْشُ الرَّحْمَنِ وَمِنْهُ تَفَجَّرُ أَنْهَارُ الْجَنَّةِ
“Sesungguhnya di Jannah itu ada seratus tingkatan yang disediakan untuk orang-orang yang berjihad di jalan-Nya. Jarak antara dua tingkatan itu seperti jarak antara langit dan bumi. Maka jika kalian memohon kepada Allah, mohonlah Jannah Firdaus, sesungguhnya Jannah Firdaus itu berada di tengah-tengah dan di atas Jannah, di atasnya terdapat Arsy Ar-Rahman ,dan sungai-sungai Jannah mengalir daripadanya.” (HR. Al-Bukhari)
Kedua: Syahid Akhirat
Yaitu orang yang mati syahid di luar medan pertempuran, atau disebut juga dengan syahadah shugrah (syahid kecil). Rasulullah telah menyebutkan orang yang mengalaminya sebagai syahid dalam beberapa hadits beliau. Mereka tidak terbunuh dalam peperangan melawan orang kafir, tetapi terbunuh dalam keadaan yang berbeda-beda, seperti orang yang terbunuh dengan zhalim, orang yang mati karena wabah Tha’un, orang yang mati karena sakit perut, orang mati tertimpa reruntuhan bangunan, orang yang mati tenggelam, orang yang mati karena jatuh dari kendaraannya, orang yang terbunuh karena membela hartanya, agamanya, keluarganya atau dirinya, seorang wanita yang meninggal karena melahirkan anaknya, orang yang mati karena radang selaput dada, orang yang mati karena disengat binatang berbisa, orang yang mati di atas ranjangnya padahal dia telah memohon mati syahid kepada Allah dengan jujur, orang yang diterkam binatang buas, orang yang mati karena demam, orang yang mati di penjara karena dizhalimi, orang yang mati ditempat asing, orang yang mati karena penyakit TBC, dan lain-lain. Imam As-Suyuthi telah mengumpulkannya hingga mendekati angka tiga puluh.[1]
Untuk menetapkan seseorang itu mati syahid, para ulama telah menentukan syarat-syarat mati syahid yang mereka simpulkan dari kitabullah dan sunnah Nabi-Nya:
- Syarat pertama, Islam. Maka orang kafir itu tidak akan diterima amalan shalatnya, zakatnya, shaumnya,hajinya, jihadnya dan amalan-amalan yang lainnya. Oleh karena itu orang-orang kafir tidak akan mendapat manfaat dari amal-amal dan ibadah mereka, karena amal tersebut bersumber dari akidah yang rusak.
- Syarat kedua, niat ikhlas karena Allah. Mengikhlaskan niat karena Allah itu dituntut dalam seluruh ibadah dan amal seorang muslim. Niat yang benar akan menjadikan amal seseorang muslim itu bernilai ibadah yang akan mendapatkan pahala. Karena pentingnya masalah niat ini, maka para ulama salaf senantiasa mengawali tulisan-tulisan mereka dengan hadits Rasulullah SAW:
إِنَّمَا الأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ، وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى ، فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلَى دُنْيَا يُصِيبُهَا ، أَوْ إِلَى امْرَأَةٍ يَنْكِحُهَا، فَهِجْرَتُهُ إِلَى مَا هَاجَرَ إِلَيْهِ
“Sesungguhnya amal-amal itu tergantung pada niatnya, dan setiap orang itu akan mendapatkan apa yang dia niatkan. Maka barangsiapa yang hijrahnya kepada dunia yang ingin didapatnya atau wanita yang ingin dinikahinya, maka hijrahnya akan sampai kepada apa yang dia tuju.”(Muttafaq alaih)
Kata niat, irodah (keinginan) dan qasdhu (tujuan) itu maknanya sama. Dan hal ini merupakan keadaan hati, manusia tidak bisa mengukurnya, bahkan tidak ada yang mengetahuinya kecuali Allah. Mati syahid itu tergantung dengan niat, maka orang yang mati syahid itu tidak disebut syahid kecuali jika dia terbunuh di jalan Allah, untuk meninggikan kalimat-Nya dan menolong agama-Nya, terus maju dan tidak mundur atau berpaling.
- Syarat ketiga, mati syahid itu terjadi pada peperangan yang disyari’atkan. Peperangan yang disyari’atkan adalah peperangan di jalan Allah. Islam tidak mengenal peperangan kecuali pada jalan ini. Islam tidak mengenal peperangan yang tujuannya mendapat ghanimah, untuk menguasai wilayah dan untuk meraih kemuliaan pribadi atau kelompok. Islam tidak berperang untuk tujuan menguasai wilayah, penduduk, kekayaan alam ataupn pasar-pasarnya. Islam tidak berperang untuk tujuan meraih kemuliaan sekelompok orang, negara, umat atau jenis tertentu yang menjadi kelompoknya. Tetapi, islam berperang hanya di jalan Allah, untuk meninggikan kalimat Allah di muka bumi, untuk meneguhkan manhajnya dalam mengatur kehidupan, dan menyebarkan keadilan di antara manusia. Maka jika seorang muslim berperang dengan pemahaman Rabbani seperti ini kemudian dia terbunuh, niscaya dia mendapat keberuntungan dengan mati syahid dan memperoleh kedudukan para syuhada’ di sisi Allah.
- Syarat keempat, terbunuhnya di medan pertempuran dalam keadaan maju dan tidak mundur.
Takut adalah kondisi jiwa yang tertekan dan membingungkan orang yang mengalaminya, bahkan terkadang perasaan itu menguasai dirinya, hingga keadaan jiwa dan badannya tak mampu bergerak. Namun seorang mukmin dapat mengalahkan perasaaan itu dengan kekuatan imannya. Karena dia mengetahui bahwa ajal/ kematian itu berada di tangan Allah, kekuatannya terhubung dengan kekuatan Allah yang selalu menang dalam urusan-Nya dan yang berkuasa atas hamba-hamba-Nya. Maka seorang mukmin dan mujahid di jalan Allah tidak mungkin melarikan diri dari medan pertempuran karena takut akan kehidupannya, karena dia yakin bahwa dia sedang berjalan menuju Allah, jika dia hidup, dan dia juga berjalan menuju Allah, jika dia ditetapkan mati syahid. Bagaimana mungkin dia berfikir untuk lari dari medan peperangan, padahal mati syahid adalah cita-citanya dan kesempatan untuk mendapatkannya telah dekat.
Barangsiapa yang memiliki keempat syarat ini dan dipilih Allah untuk berada di sisi-Nya, maka dia telah mendapatkan keberuntungan yang sangat besar. Orang yang mati syahid itu tetap hidup, dia mendapatkan mendali penghargaan dunia dan akhirat sebagai bentuk keistimewaan dan karomah yang mustahil diketahui oleh manusia.
Banyak sekali peristiwa-peristiwa tentang karomah-karomah yang mulia, yang terjadi di bumi jihad. Karomah-karomah itu akan senantiasa terjadi, khususnya di bumi yang penuh barakah, di Baitul Maqdis (Palestina) dan sekitarnya. Di tanaha suci ini dan jihad yang terus berlangsung di dalamnya yang tidak pernah terputus satu hari pun. Di tempat ini tidak ada sejengkal tanah pun kecuali pernah dilewati oleh seseorang nabi atau dibasahi oleh darah seorang sahabat. Bagaimana tidak, padahal tempat ini adalah pusat peradaban, tempat turunnya para nabi, kiblatpertama bagi kaum muslimin dan masjid ketiga yang paling mulia setelah haramain.
Pada jihad di Afghanistan, banyak sekali terjadi karomah pada para syuhada. Asy- Syahid Doktor Abdullah Azzam ra telah menulis masalah ini di dalam buku beliau Aayaatur Rahmaan fii Jihaadil Afghaan (Karomah-karomah yang terjadi pada Jihad di Afghanistan). Di dalam buku ini banyak sekali karomah yang mencengangkan, yang tidak akan dipercaya kecuali orang-orang mukmin yang beriman kepada kekuasaan Allah SWT.
“Dr. Abdullah Azzam telah meminta pendapat kepada Syaikh abdul Aziz bin Baz tentang kebolehan menyebarkan cerita-cerita ini. Maka Allah melapangkan dada Syaikh bin Baz untuk membolehkannya. Beliau juga meminta pendapat kepada ustadz Doktor Umar Al-Asyqar, dan beliaupun menjawab, “Yang paling penting adalah keshalihan (kebenaran) riwayatnya, jika para perawinya adalah orang-orang yang jujur, maka kita wajib mengumumkannya, baik peristiwa itu dapat diterima akal manusia ataupun tidak.”
Mekipun orang-orang non muslim yang dengki menjadikan kisah-kisah karomah ini sebagai bahan celaan untuk menikam agama ini, namun sejarahlah yang akan berbicara.maka didalam bukunya, Asy-Syahid Doktor Abdullah Azzam berkata, “Saya mengingatkan para ikhwah yang mengetahui peristiwa karomah namun karena rasa malunya dia tidak mau menceritakannya, saya mengingatkan mereka degan peristiwa isra’ dan mi’raj yang mengkhabarkan Rabbul ‘Izati melalui lisan Rasulullah SAW. Pada saat itu tidak ada yang percaya terhadap kisah ini selain sejumlah orang yang kurang dari seratus orang. Para pemimpin kekafiran menjadikan kisah ini sebagai bahan untuk membuat keraguan terhadap kebenaran Nabi SAW. Sesungguhnya musuh-musuh Islam itu tidak beriman kepada Allah, tidak mempercayai bahwa agama Allah ini sebagai syari’at kehidupan dan aturan dalam bermuamalah. Maka apakah kita ingin membuat mereka puas dengan menyembunyikan kisah-kisah ini. Sesungguhnya alam ghaib itu tidak menjadi ukuran dalam pikiran orang-orang kafir. Sementara orang muslim itu akidahnya dibangun di atas keimanan kepada hal-hal yang ghaib, seperti iman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, wahyu, hari kebangitan, har dikumpulkan, hari dikumpulkan, hari dibagi-bagikan catatan amal, adzab kubur, jannah dan neraka.
Seluruh perkara ini tidak dianggap dalam benak manusia-manusia kafir itu. Maka apakah kita akan meninggalkan semua ini dan berfilsafat dengan filsafat materi dan logika unutk mendapatkan keridhoan mereka????
Bagaimana mungkin orang yang tidak beriman kepada Allah akan percaya kepada mukjizat Rasulullah SAW., seperti bertasbihnya tongkat yang berada dalam genggaman beliau,[2] rintihan batang korma kepada beliau,[3] air memanca dari sela-sela jari jemarinya,[4] beliau mengembalikan mata Abu Qatadah yang keluar di atas pipinya, hingga kembali lebih baik dari sebelumnya,[5] dan beliau mengusap kaki Abdullah bin Atik yang patah, sehingga kakinya sembuh.[6]
Bagaimana mungkin dia akan percaya terhadap karomah-karomah yang dialami oleh para sahabat, seperti Ummu Aiman yang berhijrah tanpa membawa bekal dan air, hampir saja beliau meninggal karena kehausan. Saat itu beliau sedang shaum, ketika tiba waktu berbuka, dia mendengar suara yang lirih di atas kepalanya, maka beliau mendongakkan kepalanya, beliau melihat ember yang menggantung, maka beliau meminum darinya hingga puas dan setelah itu beliau tidak pernah merasa kehausan sepanjang hidupnya.[7]
Dan maula (budak) Rasulullah SAW yang berbicara kepada singa, singa itu tidak mengganggunya, bahkan singa itu berjalan di depannya hingga ia menyelesaikan tujuannya.[8]Demikian juga dengan Abu Muslim Al-Khaulani yang dilemparkan oleh orang-orang kafir ke dalam api, dia didapati berdiri shalat di dalamnya, dan api itu menjadi dingin dan menyelamatkan.[9]
Di dalam buku beliau, Asy-Syahid Doktor Abdullah Azzam berkata, “Ini adalah kisah-kisah nyata, yang jauh dari khayalan, realita ini menyerupai dogeng-dongeng. Saya mendengar sendiri dengan telingaku dan saya menulis sendiri dengan tanganku. Cerita-cerita karomah ini bersumber dari lisan-lisan para mujahidin yang menyaksikannya. Cerita-cerita karomah saya dengar dari orang-orang yang dapat dipercaya, saat ini mereka masih berada ditengah-tengah pertempuran. Riwayat-riwayat tentang cerita-cerita ini banyak sekali hingga mencapai derajat mutawatir. Saya menyangka seandainya Al-Bukhari masih hidup, niscaya beliau akan menjadikan orang-orang yan meriwayatkan mayoritas kisah-kisah ini, sebagai sanadnya, wallahu a’lam. (Hal ini, karena kejujuran dan komitmen mereka).”
Di antara para syuhada’ itu ada yang jasadnya masih utuh setelah dua tahun. Sebagian yang lain jasadnya tidak berubah sama sekali setelah tiga tahun. Aroma salah seorang di antara mereka seperti minyak wangi. Ada yang lukanya masih mengeluarkan darah. Di antara orang yang mati syahid ada yang menjabat tangan orang tuanya setelah beberapa hari dari kematinnya. Ada juga yang mati syahid dalam keadaan memeluk senapannya dan tidak ada seorangpun yang dapat melepaskannya, sehingga teman-temannya datang dan berbicara kepadanya, “Hai Ya’qub, kami adalah teman-temanmu.” Maka diapun melepaskan senapan tersebut dan merekapun dapat mengambilnya.
Suatu ketika Umar Hanif dan seorang komandan perang berziarah ke kuburan Asy-Syahid Syah seorang yang hafal Al-Qur’an dua setengah tahun setelah dikuburkan. Mereka membongkar kuburunnya, dan mereka mendapati keadaan jasadnya sama dengan keadaan ketika dikuburkan dulu. Namun yang lebih menakjubkan adalah, mereka mengatakan, “Kami mendapatkan di atas kepalanya ada mantel yang sebanding dengannnya di bumi ini. Ketika kami menyentuhnya, kami dapati aromanya lebih wangi daripada minyak misk dan anbar. Adapun tentang cerita ular-ular yang berada di tempat tidur para mujahidin tanpa mengganggu mereka, maka janganlah Anda ragu-ragu untuk menceritakannya. [AW/Miftahul Jannah]
_________________