JAKARTA (Panjimas.com) – Dewan Syari’ah Kota Surakarta (DSKS) melakukan kunjungan ke beberapa tokoh dan instansi diantaranya MPUI-I, MUI, DDII dan DPR-RI guna berdiskusi terkait RUU BPIP (Rancangan Undang-Undang Badan Pembinaan Ideologi Pancasila) pada Selasa (28/9/2021). Dalam kunjungan tersebut DSKS menyerahkan surat pernyataan sikap kepada MPUI-I, MUI dan DDII, namun karena kendala suatu hal, sehingga tidak tersampaikan kepada DPR-RI.
Kilas balik tentang RUU BPIP, RUU tersebut dahulunya adalah RUU HIP (Rancangan Undang-Undang Haluan Ideologi Pancasila ) yang penuh kontroversi dan penolakan dari berbagai pihak, kemudian diubah menjadi RUU BPIP. Informasi tersebut berdasarkan konferensi pers yang diselenggarakan di Gedung DPR, Kamis (16/7/2020).
Derasnya gelombang protes secara besar-besaran berskala nasional akibat masuknya RUU HIP dalam prolegnas 2020 tersebut, terbitlah supres (Surat Presiden) Joko Widodo untuk mencabut RUU HIP dan mengganti dengan RUU BPIP usulan pemerintah.
Menurut Ustadz Aris Munandar Al Fatah, Lc selaku Koordinator Dewan Ri’asah Tanfidziyah DSKS dalam surat pernyataannya terkait RUU BIP menyebutkan bahwa RUU HIP maupun RUU BPIP memiliki maksud yang sama, yaitu memberikan landasan legal standing BPIP di bawah Undang-undang yang akan mengikat seluruh rakyat Indonesia.
Menurutnya, BPIP sebagai lembaga yang dibentuk Presiden melalui Perpres No. 7 Tahun 2018 memiliki tugas membantu Presiden diantaranya yaitu merumuskan arah kebijakan pembinaan ideologi Pancasila, melaksanakan koordinasi, sinkronisasi, dan pengendalian pembinaan ideologi Pancasila secara menyeluruh dan berkelanjutan, dan melaksanakan penyusunan standardisasi pendidikan dan pelatihan, menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan, serta memberikan rekomendasi berdasarkan hasil kajian terhadap kebijakan atau regulasi yang bertentangan dengan Pancasila kepada lembaga tinggi negara, kementerian atau lembaga, pemerintah daerah, organisasi sosial politik, dan komponen masyarakat lainnya. Membuat Garis-garis Besar HIP (GBHIP) dan peta jalan pembinaan ideologi Pancasila. (Pasal 3 dan 4 huruf b, Perpres No. 7 Tahun 2018 tentang BPIP).
“Hal ini akan menjadikan Pancasila sebagai ideologi tertutup. Pemerintah atas nama undang-undang menjadi penafsir tunggal Pancasila sebagaimana terjadi pada era Orla dengan Manipol USDEK, Gotong-royong yang berporoskan Nasakom, dan era Orba dengan BP7, asas tunggal Pancasila dan P4 (Pedoman penghayatan dan Pengamalan Pancasila),” katanya.
Peraturan BPIP, PERBPIP No. 1 Tahun 2020 tentang Renstra BPIP 2020-2024, menyatakan bahwa jalan perubahan adalah jalan ideologis yang bersumber pada Proklamasi, Pancasila 1 Juni 1945, dan pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945. Proklamasi dan Pancasila 1 Juni 1945 menegaskan jati diri dan identitas bangsa Indonesia sebagai bangsa yang merdeka dan berdaulat. Telah mereduksi dan klaim sepihak terhadap sejarah ketatanegaraan yang memberikan peluang ajaran Trisila (perasan Pancasila 1 Juni 1945) dan Ekasila (Gotong royong sebagai landasan Negara).
Konsideran Keppres No. 24 Tahun 2016 tentang Hari Lahir Pancasila menyatakan bahwa rumusan final Pancasila sebagai dasar negara Republik Indonesia disepakati 18 Agustus 1945 (alinea keempat Pembukaan UUD 1945). Karena tanggal 18 Agustus sudah ditetapkan sebagai Hari Konstitusi melalui Keppres No. 8 Th. 2008, sehingga untuk melengkapi sejarah ketatanegaraan Indonesia perlu ditetapkan hari lahir Pancasila. Konsideran ini sesungguhnya menjelaskan bahwa penetapan 1 Juni sebagai Hari Lahir Pancasila hanya untuk melengkapi sejarah awal mula istilah Pancasila sebagai Philosophische Grondslag dan dasar negara diperkenalkan oleh Ir. Soekarno dalam sidang BPUPKI 1 Juni 1945. Bukan merujuk kepada
substansinya (Pancasila 1 Juni 1945).
“Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, RUU BPIP merupakan kompromi politik dan tidak bisa dilepaskan dengan RUU HIP yang mengintroduksi Pancasila 1 Juni 1945 sebagai salah satu sumber jalan perubahan ideologis yang menegaskan jati diri dan identitas bangsa Indonesia sebagai bangsa yang merdeka dan berdaulat yang harus ditegakkan dan dan diamalkan dalam berbagai sendi kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Untuk itu rakyat Indonesia harus waspada dengan upaya kudeta konstitusional melalui pembuatan kebijakan, aturan dan perundang-undangan,” katanya, Selasa (28/9/2021).
Lembaga BPIP yang dibentuk setelah penetapan Hari Lahir Pancasila 1 Juni, dinilai telah melakukan manipulasi Keppres No. 24 Tahun 2018 tentang Hari Lahir Pancasila, bahwa ‘Pancasila 1 Juni 1945’ adalah kelahiran ideologi dan dasar negara RI, ia melanjutkan bahwa menurut konsidetrannya, 1 Juni 1945 adalah kelahiran Pancasila sebagai nama atau istilah bagi Philosophische Grondslag dan dasar negara Indonesia merdeka.
DSKS (Dewan Syariah Kota Surakarta) meminta Baleg DPR RI untuk mempelajari kembali urgensi dan kepentingan RUU BPIP, dimana lembaga BPIP sendiri masih banyak mengundang kontroversi khususnya berkaitan dengan Islam, ajaran agama dan penafsiran Pancasila.