SOLO (Panjimas.com) – Berqurban merupakan sebuah ibadah yang dilaksanakan umat Islam setiap 10 Dzulhijjah. Pada hari itu umat Islam melakukan penyembelihan hewan seperti unta, sapi, kambing atau domba. Hal ini juga bisa dilaksanakan pada hari tasyrik yang merupakan tiga hari setelah hari raya Idul Adha, yaitu 11, 12, 13 Hijriyah. pada tanggal tersebut, umat Islam dilarang berpuasa namun dianjurkan untuk menikmati hewan qurban.
Sebagian besar ulama seperti Imam Syafi’i dan Imam Malik sepakat bahwa berqurban hukumnya adalah sunnah. Sementara Abu Hanifah berpendapat bahwa berqurban hukumnya adalah wajib bagi yang mampu dan bermukim (menetap di suatu tempat untuk beberapa waktu). Ketiga Mazhab tersebut menekankan ibadah qurban bagi siapa saja yang mampu.
Dengan keterangan diatas, tentunya hanya untuk bagi yang mampu. Dari penyembelihan qurban tersebut nantinya akan diberikan kepada semua orang termasuk para dhuafa yang membutuhkan perhatian khusus. Dhuafa dalam posisi ini hanya akan sebagai penerima daging qurban, kecil kemungkinan mereka ikut berqurban secara rutin setiap tahunnya.
Namun stigma itu dipatahkan oleh mbah Wono, seorang da’i marjinal di Kampung Gilingan, Banjarsari, Surakarta. Dengan ide-idenya yang mampu mewujudkan para dhuafa justru melakukan tangan diatas, yaitu berqurban setiap tahunnya. Hal itu disampaikan mbah Wono saat ditemui wartawan di sore hari di “Gudang Masak Dhuafa”, Selasa (10/8/2021).
Pagi hari sebelumnya, jurnalis Panjimas.com mendapat kabar melalui pesan whatsapp sebagai berikut.
“BISMILLAH , ALLAHU AKBAR ! Insya Allah pada hari ini Selasa 1 Muharram 1443 H jam 15.30. ‘ Gudang Masak Dhuafa akan mengadakan Kegiatan ” PENGAJIAN , PEMBUKAAN GERAKAN MENABUNG QURBAN SUPER BERKAH UNTUK DHUAFA Dan Berbagi Bubur dg lauk Super Echo. Semoga Allah memberi Keberkahan dan Kelancaran. Aamiin. Mbah Wono”
Bakda Ashar kemudian jurnalis Panjimas.com menuju lokasi sekitar pukul 16.00. Dengan menyebrangi rel kereta api, melewati gang-gang sempit pemukiman yang padat, akhirnya sampai juga bertatap wajah dengan pria yang bernama lengkap Muh Suwono Hadi Sumitro. Kini raganya terlihat tak banyak melakukan gerakan seperti dua tahun silam. Punggungnya semakin membungkuk, sakit yang dideritanya menyusutkan daging-daging di badannya.
Kami saling mengucapkan salam dan nampaknya pendengaran dan penglihatannya mulai berkurang. Kami berusaha mendekat dan bersuara lebih keras agar terdengar. Mbah Wono bercerita kesana kemari dengan senyum tulusnya yang khas. Tiada raut kesusahan atau kepayahan dalam kondisi yang ia alami saat ini, entah apa yang dirasakannya, kami terlalu larut mendengar gebrakan program-programnya yang justru menghidupkan kampung Gilingan dengan nilai-nilai Islam.
Kami diberikan kesempatan duduk disampingnya. Ternyata kencleng-kencleng telah ditata berjejer rapi tepat di tempat duduk kami. Sesuai dalam pesan Whatsapp yang kami terima. “Gerakan Menabung Qurban Super Berkah 1443 H / 2022 (Th ke-3)” nyata tertulis dalam kencleng yang disiap diedarkan kepada binaannya dan para dhuafa.
“Ini sudah dimulai tahun 1441 H / tahun 2020. Sini mbah Wono hanya rasa prihatin tentang bagaimana dhuafa ini punya potensi sama-sama bisa berqurban kalau saja dicarikan solusi terbaik, nah ini saya coba dua tahun ada satu solusi yang terbaik ini tahun yang ketiga, insyaAllah akan lebih meningkat,” ungkapnya.
Jika selama 40 tahun, di Kampung Gilingan, Banjarsari tersebut belum pernah ada qurban, kini dengan program kencleng menabung qurban untuk para dhuafa berhasil diwujudkan mbah Wono padah tahun 1441 H lalu dan tahun 1442 H kemarin. Dari kencleng tersebut diisi setiap anggota keluarga mulai dari uang 2.000 hingga 5.000 per hari.
Diungkapkan mbah Wono, pada tahun ini atau 1442 H kemarin, di kampung Gilingan berhasil menyembelih sembilan sapi dan beberapa kambing. Ia menceritakan perjuangan para dhuafa untuk berqurban selalu mendapat kemudahan menjelang hari H qurban.
“Sampai detik ini banyak pertolongan di hari h -nya itu kalau kurang uangnya ditomboki (dicukupi) Allah lewat hamba-hamba Allah yang dituntun hatinya dua tahun ini yang tidak saya ketahui,” ungkapnya.
Jika berqurban biasanya dilaksanakan bagi yang mampu atau kaya adalah hal yang biasa, namun menurutnya gerakan menabung qurban ini merupakan sesuatu hal yang luar biasa karena dilakukan oleh para dhuafa. Kencleng-kencleng yang diisi selama sekitar 11 bulan itu dari tahun ke tahun diungkapkan mbah Wono rata-rata berhasil mengumpulkan uang sekitar 1,4 juta hingga 1,7 juta tiap keluarga untuk berqurban sapi atau kambing.
Demikian penjelasan singkat tentang program dhuafa menabung qurban, kemudian acara pengajian diakhiri dengan do’a dan makan bubur yang telah disediakan. Masyarakat sekitar pun ikut menikmatinya.