Lebak-Banten (Panjimas.com) – Baru enam bulan yang lalu, Surya Acot, mengucapkan syahadat. Lelaki asal Baduy Dalam itu masuk Islam setelah mikir-mikir selama tiga tahun. Diam-diam ia memperhatikan kumandang takbir bergema di masjid pada malam takbiran, dan indahnya persaudaraan umat Islam saat datang hari raya.
“Orang Islam menyebut-nyebut Allah (takbiran), apa iya Allah itu ada. Ketika itu, semalam suntuk saya tidak bisa tidur untuk memikirkannya. Saya ingin tahu ajaran Islam, tapi belum tahu kemana saya harus bertanya,” kata Surya bercerita.
Suatu ketika Surya bertemu Ustaz Adung, ajengan di kampung itu. Lalu terjawab sudah apa yang menjadi kerisauannya selama ini. Ternyata Allah yang disebut-sebut umat Islam itu ada, mesti tak terlihat.
Yang membuatnya tertarik dengan Islam, lanjut Surya, adalah ketika umat Islam berkumpul saling bersalaman merayakan hari raya. Dadanya bergetar ketika melihat persaudaraan umat Islam yang begitu indah.
Surya teringat kata-kata Ustaz Adung yang selama ini membimbingnya, bahwa sesama muslim itu bersaudara. “Orang kulit putih, hitam dan apapun warna kulitnya, orang Jakarta atau orang Bandung, itu saudara saya,” tukasnya.
Bukan ujug-ujug Surya mengambil keputusan untuk memeluk Islam. Semula ia bingung dan kerap bertanya tentang apa itu Islam. Menurutnya, Islam itu banyak kelompok. Ia tak ingin salah jalan.
Setelah masuk Islam, Surya harus keluar dari kampung Baduy Dalam. Karena begitulah aturan adat yang mengharuskan dirinya keluar kampung saat berpindah keyakinan menjadi seorang muslim. Tekadnya sudah bulat. Ia rela meninggal rumah dan kampungnya. “Belum lama saya datangi Pu’un (sebutan pimpinan tertinggu suku Baduy) untuk memberitahu bahwa saya sudah menjadi seorang muslim.”
Lalu Pu’un itu malah menasihatinya. Kalau sudah menjadi seorang muslim, maka taatilah ajarannya, ibadah jangan ditinggalkan. “Saya lalu bilang begini pada Pu’un. Buat apa saya masuk Islam, kalau saya tidak ibadah,” ungkapnya.
Setelah masuk Islam, Surya ingin sekali belajar membaca Al Qur’an dan berdakwah. Ia juga diperkenalkan tentang ajaran ini secara bertahap, mulai dari menjaga kebersihan, bagaimana mandi junub, berwudhu dan sebagainya.
Belum lama ini, ia membawa 10 orang suku Baduy Dalam yang ingin tahu apa itu Islam. Tapi saat ini ia merasa ilmu agamanya masih terbatas. “Saya mau jelasin tentang Islam belum bisa. Lalu saya antarkan mereka ke rumah Ustaz Adung untuk mendapatkan penjelasan tentang Islam. Sudah sekitar 3 bulan, mereka masih mikir-mikir, semoga Allah memberinya hidayah Islam.”
Saat ini Surya belum punya rumah. Karena rumahnya di Kampung Baduy Dalam sudah ia tinggalkan. Alhamdulillah, istri Pak Surya sudah memeluk Islam. Kini keduanya tinggal di kediaman Ustaz Adung. “Selama tinggal disini saya dan istri saya belajar Iqro di Pesantren yang diasuh Ustaz Adung,” katanya. (des)