Prahara Moral : Remaja Indonesia Dalam Ancaman HIV/AIDS
Oleh: Wijaya Kurnia Santoso (Praktisi Pendidikan)
PANJIMAS.COM – Maraknya tindak asusila yang dilakukan oleh para remaja yang masih duduk di bangku sekolah sudah sangat merisaukan. Berbagai kasus tindak asusila ini semakin terungkap jelas layaknya fenomena gunung es yang mulai terbongkar satu per satu. Budaya pacaran yang mengarah pada tindak pergaulan bebas tidak bisa terkontrol dan hal ini menjadi salah satu faktor penyebab rusaknya moral remaja. Salah satu kasus yang diberitakan situs merdeka.com pada 8 Februari 2017 sempat menggegerkan warga Berau adalah terungkapnya kasus video mesum yang diduga melibatkan 2 pelajar SMA. Ada juga kasus yang melibatkan 2 siswa SMK di Probolinggo yang tega memperkosa temannya sendiri, di hadapan polisi kedua pelaku yang ditangkap pada Rabu siang (22/2/2017) mengaku sebelum melakukan perbuatan bejatnya korban diberikan pil koplo terlebih dahulu.1 Selain itu, ada juga kasus memilukan di Kalimantan Barat, yakni seorang gadis warga Kecamatan Sungai Kunyit, Kabupaten Mempawah diperkosa oleh 9 pria dan beberapa pelaku pemerkosaan masih dibawah umur.2 Sebelumnya, episode demi episode tindakan amoral yang dilakukan oleh remaja yang sebagian besar masih berstatus sebagai pelajar senantiasa terus terjadi dan berulang. Mulai dari berbagai tindakan mesum, tawuran, penganiyayaan, hamil diluar nikah dan berbagai tindak amoral lainnya. Kasus-kasus tersebut tentunya menyita keprihatinan banyak pihak, terutama para orang tua dan dunia pendidikan pun tak luput tercoreng lantaran kasus tersebut melibatkan anak-anak yang masih duduk di bangku sekolah.
Selain perilaku amoral tersebut ternyata remaja juga rentan terjangkiti Penyakit Menular Seksual (PMS), salah satunya adalah penyakit HIV/AIDS. Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus yang menyebabkan penyakit Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS). HIV menyerang sistem kekebalan tubuh dan merusak sistem itu, yaitu jenis sel darah putih yang disebut T lymphocyte atau T cell (sel limfosit T). Estimasi HIV/AIDS global hingga akhir 2007, ada 33,2 juta orang dengan HIV/AIDS, ada 15,4 juta wanita dan 2,5 juta anak-anak yang terjangkiti HIV/AIDS serta kematian karena AIDS pada 2007 sebanyak 2,1 juta.4 Menurut data Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Nasional meunjukkan, pada tahu 1987 jumlah penderita AIDS di Indonesia ditemukan 5 kasus. Dalam rentang waktu 10 tahun, hanya bertambah menjadi 44 kasus. Tetapi sejak tahun 2007 kasus AIDS mencapai 2.947 dan tahun 2009 meningkat menjadi 17.699 kasus.3 Berdasar data yang dikeleuarkan badan PBB untuk HIV dan AIDS yaitu UNAIDS, di Indonesia terdapat 690 ribu penduduk yang sebenarnya telah terinveksi HIV.5 Penyebaran HIV/AIDS sudah merambah di seluruh sudut negeri ini, tak terkecuali di daerah. Di Kabupaten Kediri penyebaran penyakit HIV merambat hingga pelajar dan mahasiswa. Pada tahun 2016 lalu, ada 6 pelajar dan mahasiswa yang mengidap HIV/Aids.6
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi pola perilaku dan pergaulan remaja saat ini yang cenderung negatif. Maraknya porno aksi dan pornografi yang bisa diakses dengan mudahnya menjadi salah satu faktor penyebab terjadinya perilaku seks bebas di kalangan remaja. Dengan alasan seni dan budaya konten yang mengandung pornografi menghiasi tontonan remaja di media cetak maupun elektronik. Dengan dalih kebebasan berekspresi dan seni, pornografi dan pornoaksi menjadi legal di bawah payung demokrasi dan menjadi konsumtif masyarakat termasuk remaja. Selain itu kurangnya perhatian keluarga maupun sekolah menjadi salah satu pemicu terjadinya perilaku menyimpang tersebut. Banyak orang tua hanya memperhatikan pendidikan formal anak-anaknya saja, tanpa peduli pendidikan agama mereka. Faktor utama penyebab adanya pergaulan bebas dan perilaku seks bebas adalah merosotnya pemahaman agama sehingga tidak takut berdosa ketika melakukan kemaksiatan. Agama tidak lagi dijadikan filter, sehingga pola pergaulan remaja sekarang ini seakan tanpa batas. Ini adalah akibat dari sekulerisasi yang terjadi di sekolah, keluarga dan masyarakat sehingga paham kebebasan (liberalisme) berkembang pesat.
Remaja saat ini dalam prahara moral yang mengarah pada tindakan amoral. Remaja juga sangat rentan menjadi pengguna narkoba, seks pranikah dan HIV/AIDS. Untuk mengatasi hal tersebut maka pemerintah melalui lembaga yang berwenang maupun organisasi masyarakat yang peduli dengan remaja berusaha untuk mengawal remaja agar dapat menghindari hal-hal tersebut. Namun sejauh ini usaha yang dilakukan oleh pemerintah belumlah optimal. Hal ini terbukti dengan banyaknya kasus seks bebas yang terjadi di kalangan remaja bahkan para pelajar. Pemerintah selama ini lebih fokus menangani pencegahan penyakit menular seksual (PMS) saja tanpa pernah memperhatikan akar masalah penyebab perilaku seks bebas tersebut. Pemerintah hanya melakukan tidakan pencegahan yang sejatinya malah membuat masalah baru dan tidak menyentuh sama sekali kepada akar masalah yang ada. Malah sampai hari ini Pemerintah tidak membatasi akses remaja untuk mendapatkan kondom dengan sebuah aturan yang tegas, karena beralasan dengan mempermudah akses untuk mendapatkan kondom diharapkan dapat menekan angka aborsi dan kehamilan yang tidak diinginkan. Namun bukan malah berkurang, justru semakin banyak remaja yang terjangkiti penyakit menular seksual.
Kampanye penggunaan kondom ini tidak akan menyelesaikan masalah yang ada, karena akar masalahnya bukan karena tidak menggunakan kondom, melainkan perilaku seks bebas. Kampanye tersebut seolah malah membolehkan melakukan seks bebas asal menggunakan kondom. Maka program kondomisasi sama artinya kampanye dan mensponsori seks bebas.
Dalih yang digunakan bahwa kondom bisa menangkal penularan HIV/AIDS juga terbukti sebagai pembohongan publik, menurut Direktur Islamic Medical Service (IMS) Drg Fathul Adhim, M.KM, dalam pernyataan resminya yang diterima Hidayatullah.com pada Selasa, 3 Desember 2013 menyatakan : “pada Konferensi AIDS sedunia di Chiangmai, Thailand tahun 1995, diumumkan hasil penelitian ilmiah, bahwa kondom tidak dapat mencegah penularan HIV/AIDS. Sebab ukuran pori-pori kondom jauh lebih besar dari ukuran virus HIV. Ukuran pori-piri kondom jauh lebih besar dari ukuran virus HIV. Ukuran pori-pori kondom sebesar 1/60 mikron dalam kondisi normal dan membesar menjadi 1/6 mikron saat dipakai. Sedangkan ukuran virus HIV hanya 1/250 mikron. Jelas virus HIV sangat mudah bebas keluar masuk melalui pori-pori kondom”.7
Selain kampanye kondom, pendidikan seks usia dini juga digencarkan kepada remaja. Harapannya adalah para remaja mengetahui dampak dari seks yang tidak aman dan resikonya. Tapi justru pendidikan seks yang terlalu dini, apalagi minus penjelasan mengenai moral dan pemahaman islam hanya akan menimbulkan rangsangan dan keinginan anak untuk mencoba mempraktekan apa yang telah mereka ketahui. Jadi dapat disimpulkan bahwa pendapat yang mengatakan perlunya pendidikan seks untuk anak dalam rangka mengurangi angka peningkatan kehamilan diluar nikah adalah salah. Di sisi lain, kondisi perekonomian yang memprihatinkan dan gaya hidup yang konsumtif juga membelit remaja. Kemiskinan selalu menjadi alasan klasik yang mendorong remaja ke jurang prostitusi, dengan alasan menyambung hidup mereka rela menjadi PSK. Tidak semua remaja menjadi pelacur karena faktor ekonomi. Ada segolongan remaja memilih menjadi pelacur karena gaya hidup. Keinginan akan barang-barang yang mahal dan mewah memancing sebagian remaja masuk ke lembah dunia pelacuran.
Kondisi tersebut diperparah dengan amburadulnya sistem pendidikan yang ada. Pendidikan di negeri ini tidak berhasil membentuk karakter (kepribadian) peserta didik, bahkan sistem pendidikan yang ada menunjukkan nilai-nilai liberalisme ala barat yang berasaskan pemisahan agama dengan kehidupan (sekuler). Maka menjadi hal yang wajar jika lulusan yang dihasilkan sistem pendidikan negara ini memiliki kualitas yang rendah, tidak berkompeten serta tidak memiliki karakter yang khas (kepribadian), dan bahkan moralnya pun mengkhawatirkan. Output pendidikan di era kapitalis ini menghasilkan pula manusia yang rakus akan materi, bersikap individualis dan hedonis.
Ancaman virus HIV/AIDS tidak lepas dari maraknya pergaulan bebas yang dilakukan oleh para remaja. Islam sebagai agama yang sempurna, dalam arti spiritual dan politik memiliki langkah dalam menyelesaikan masalah akut tersebut yakni :
- Menghilangkan pemicu pergaulan bebas yakni pornografi dan pornoaksi.
Di dalam islam pornografi dan pornoaksi adalah sesuatu yang dilarang. Allah SWT telah memerintahkan orang-orang yang beriman untuk menjaga pandangan dari melihat aurat atau kehormatan orang lain, sebagaimana firman Allah SWT : Katakanlah kepada laki-laki beriman : “Hendaklah mereka menahan pandangannya dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu lebih suci bagi mereka. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang mereka perbuat. Katakanlah kepada wanita yang beriman : Hendaklah mereka menahan pandangannya dan kemaluannya dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) Nampak daripadanya.” (QS. An-Nur : 30-31). Nabi saw juga telah melarang melihat aurat sesama jenis, Nabi bersabda : “Janganlah seorang laki-laki melihat aurat laki-laki (lain) dan janganlah seorang wanita melihat aurat wanita (lain). Janganlah seorang lai-laki berada dalam satu selimut dengan laki-laki lain dan janganlah seorang wanita berada dalam satu selimut dengan wanita lain.” (HR. Al Baihaqi)
- Mengatur hubungan pria dan wanita.
Di dalam islam interaksi pria dan wanita diatur agar tidak berimplikasi pada hal-hal yang bertentangan dengan syariat, seperti berduaan (khalwat) ataupun perzinaan. Di dalam islam pun diatur tentang cara berpakaian sehingga tidak akan memamerkan aurat. Dalam kehidupan umum, pada dasarnya status keduanya (laki-laki dan perempuan) adalah terpisah. Keduanya tidak boleh melakukan pertemuan dan interaksi selain yang telah dibolehkan, diharuskan atau disunahkan bagi wanita. Pengecualian ini berlaku bagi wanita dalam sejumlah aktivitas yang memang menuntut adanya pertemuan dan interaksi dengan pria; baik dilakukan secara terpisah, seperti halnya di dalam masjid atau disertai adanya ikhtilat (campur-baur), sebagaimana dalam aktivitas ibadah haji atau jual beli.8
- Memberikan sanksi yang tegas
Negara harus hadir melindungi rakyatnya, cara yang harus dilakukan yakni dengan meneggakkan hukum secara adil, tegas dan sesuai dengan syariat Allah SWT bagi seluruh masyarakat. Di dalam islam, tugas Negara adalah memberi hukuman yang tegas kepada pelaku perzinaan dan homoseksual. Mulai dari hukuman cambuk hingga hukuman mati (rajam). Selain itu Negara juga akan membubarkan segala aktivitas yang mengarah kepada kemaksiatan, seperti lokalisasi maupun tempat maksiat lainnya dan menghukum secara tegas para pelaku dan fasilitator kemaksiatan.
- Melakukan karantina bagi yang telah terjangkiti virus atau orang dengan HIV/AIDS (ODHA) agar penyakit tidak menyebar luas
Penderita HIV/AIDS tidak semua karena melakukan tindakkan maksiat (perzinaan, homosex, ataupun narkoba) maka tugas Negara adalah mengkarantina mereka. Karantina dalam arti memastikan tidak terbuka peluang virus tersebut menyebar atau tertular. Rasulullah bersabda, “Sekali-kali janganlah orang yang berpenyakit menularkan kepada orang yang sehat” (HR. Bukhori). “Apabila kamu mendengar wabah di suatu negeri, maka janganlah kamu memasukinya dan apabila wabah itu berjangkit sedangkan kamu berada dalam negeri itu, janganlah kamu keluar melarikan diri” (HR. Ahmad, Bukhori, Muslim dan Nasa’I dari Abdurrahman bin Auf). Dalam proses karantina juga perlu diperhatikan hal-hal berikut 9 :
- Selama karantina seluruh hak dan kebutuhan manusiawinya tidak diabaikan.
- Diberikan pengobatan gratis
- Berinteraksi dengan orang-orang tertentu di bawah pengawasan dan jauh dari media serta aktivitas yang mampu menularkan.
- Dilakukan upaya pendidikan yang benar tentang HIV/AIDS dan sosialisasi kepada beresiko ODHA
- Dilakukan pendidikan disertai penegakkan hukum kepada ODHA yang melakukan tindakan ‘membahayakan’ (beresiko menularkan) kepada yang lain
- Pembinaan rohani, merehabilitasi mental (keyakinan, ketaqwaan, kesabaran)
- Negara memfasilitasi kepada ilmuan dan ahli kesehatan untuk segera menemukan obat HIV/AIDS secepatnya.
Selain upaya di atas, menyelesaikan akar masalah penyebab HIV/AIDS yakni pergaulan bebas dengan cara melakukan tindakkan prefentif melalui pendidikan. Sistem pendidikan yang ada harus dirubah total dengan menjadikan islam sebagai asas dalam penyelenggarakan pedidikan. Islam dijadikan sebuah dasar yang mengajarkan benar-salah dengan memberikan penjelasan yang rasional, membekas dan menghujam di kalangan anak didik di segala lini usia. Selain itu lingkungan sekolah harus dikondisikan menjadi basis pengokohan kepribadian peserta didik agar menjadi pribadi yang relegius, berkarakter dan memiliki ketundukan kepada Allah SWT. Memaksimalkan peran orang tua menjadi pendidik yang pertama dan utama harus dioptimalkan. Pendidikan anak, dari semua aspek adalah tanggung jawab orang tua. Orang tualah yang berkewajiban untuk menuntun anak menjadi pribadi muslim tangguh yang sholeh dan cerdas. Ada dua hal yang harus ditanamkan orang tua sebelum mengajarkan berbagai hal. Yang pertama adalah menanamkan ketaqwaan dalam jiwa anak, dan yang kedua adalah mencarikan lingkungan dan pertemanan yang baik untuk anak. Ketaqwaan adalah fondasi agar bangunan ilmu yang akan dibangun pada diri anak menjadi kokoh, sementara lingkungan yang baik adalah pagar yang akan melindungi bangunan ilmu itu dari pencemaran-pencemaran yang bisa merusaknya.
Dengan cara tersebut, maka akan menekan dan menghapuskan perilaku seks bebas karena kesadaran remaja akan dosa dan bahaya meningkat. Optimalisasi peran keluarga, sekolah dan Negara untuk menjaga dan mengatur sistem pergaulan bagi remaja mendesak untuk segera dilakukan dan terformalisasi.
_______________
Catatan kaki :
-
sindonews.com
-
news.okezone.com
-
kemenpppa.go.id
-
Jerry D. Gray, Deadly Mist : Upaya Amerika Merusak Kesehatan Manusia
-
m.tribunnews.com
-
Koran Radar Kediri 11 Februari 2017
-
m.hidayatullah.com
-
An-Nabhani, Taqiyuddin : Sistem Pergaulan Dalam Islam
-
helpsharia.com